Haditske-9. Menjalankan Perintah Semampunya. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ:
Hadist Arbain Nawawi – Anda yang pernah belajar di Pondok Pesantren tentu sudah tidak asing lagi dengan kumpulan hadits yang satu ini. Kumpulan hadits karya imam Nawawi ini memang cukup terkenal dan cukup mudah untuk dipelajari tidak hanya di Indonesia namun di seluruh dunia dan menjadi salah satu rujukan umat islam didunia. Kali ini kami akan memberikan Penjelasan Singkat Hadits No 9 Hadits Arbain Nawawi Hadits arbain nawawi ini sendiri berjumlah 42 hadits sesuai namanya. Pada awalnya, beliau mengumpulkan hadits berjumlah 42 ini agar memudahkan umat islam menghafal hadits karena siapapun yang mampu hafal sekitar 40 hadits dimana didalamnya mengandung perkara-perkara agama maka Allah akan dibangkitkan bersama para Fuqaha dan ulama. Berikut kajian islam mengenai salah satu Penjelasan Singkat Hadits No 9 Hadits Arbain Nawawi. Mempelajari kitab Hadits arbain nawawi ini memang cukup penting karena didalamnya cukup runtut dimana pada bab awal tentang niat dalam melakukan sesuatu. Salah satu hal yang akan dibahas disini adalah pada hadits nomor 9 di kitab arbain nawawi. Pada bab ini disebutkan bahwa Rasulullah SAW menyuruh kita sebagai umatnya melaksanakan perintah sesuai dengan kemampuan. Untuk mengetahui tentang isi hadits, berikut ini isi hadits Arbain عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم يَقُولُ “مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ Dari Abu Hurairah Adurrahman bin Sakhr ia berkata Saya mendengar Rasulullah SAW. bersabda, “Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintah maka hendaklah kalian laksanakan. Sungguh kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka yang tidak berguna dan penentang nabi-nabi mereka. [1] Pada kutipan arti hadits diatas yang berasal dari kitab Hadits arbain nawawi terdapat juga pada kitab Muslim. Pada isi hadits tersebut disebutkan bahwa kita tidak boleh menghindari apa yang diperintahkan kepada kita. Selain itu, pada hadits ini juga disebutkan secara implicit/tersirat bahwa siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan maka mereka bisa melakukannya semampu mereka. Hal itu sesuai dengan perintah Allah فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ ۗ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. [2] Faedah Hadits Arbain Nawawi no 9 Sobat Cahaya islam, jika kita membaca dan mempelajari hadits nomor Sembilan pada kitab Arbain Nawawi tersebut maka kita akan mendapatkan beberapa faedah. Salah satu satu faedah mempelajari Hadits arbain nawawi nomor 9 ini adalah kita tidak boleh melakukan perbuatan yang sudah jelas dilarang dan kita wajib menjauhi kecuali jika kita dalam keadaan darurat yang membolehkan suatu perkara yang sebelumnya dilarang. Selain itu, kita juga wajib mengerjakan apa yang telah diperintahkan. Hal ini juga berlaku selama tidak dalil yang mengatakan bahwa sesuatu perintah disunahkan. Faedah lain yang bisa kita temukan pada Hadits arbain nawawi nomor 9 ini adalah mudahnya agama islam untuk dilaksanakan. Islam mengajarkan bahwa seorang hamba wajib mengerjakan apa yang diperintahkan sesuai dengan kemampuan mereka. Hal itu dikarenakan setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengerjakan sesuatu. Dengan kata lain, jika seseorang tidak mampu mengerjakan apa-apa yang diperintahkan, maka ia hanya cukup mengerjakan apa yang mampu mereka kerjakan. Disini kita melihat contoh orang yang sholat. Jika mereka tidak mampu berdiri, mereka bisa duduk, duduk tidak mampu, maka mereka bisa dengan berbaring. Banyak sekali Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk mengerjakan sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan faedah terakhir yang kita bisa dapatkan dari Hadits arbain nawawi nomor 9 sembilan adalah kita tidak boleh banyak bertanya dan menyelisihi para nabi karena hal tersebut telah membinasakan orang-orang/ umat jaman dahulu. Hanya pada hadits nomor 9 saja Sobat Cahaya Islam mampu mempelajari berbagai hal tentang islam, apalagi jika kita mempelajari seluruh isi kitab ini, sudah barang tentu kita mendapatkan banyak faedah tentang agama islam untuk semesta alam. Catatan Kaki [1] HR. Bukhori dan Muslim shahih [2] QS. At-Taghabun 64 ayat 16 SyarahHadits Arbain An Nawawiyah ke 21: Istiqamah dan Iman (bag. 2) Oleh: Farid Numan Hasan. Makna Kata dan Kalimat: Dari Abu Amr -dan dikatakan pula- Abu Amrah Sufyan bin Abdillah Radhiallahu Anhu, dia berkata Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan: Sufyan bin Abdullah adalah seorang shahabiy (sahabat nabi), dia merupakan pegawai Umar bin Al 〰〰〰〰〰〰 🌷📝 Kajian Hadits Syarh Arbain anNawawiyyah 💎 HADITS KE 9 Bag. ke 1 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ رواه البخاري ومسلم Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhoinya- beliau berkata saya mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda Segala yang aku larang jauhilah, dan apa yang aku perintahkan kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kalian. Karena sesungguhnya hal yang membinasakan umat sebelum kalian adalah mereka banyak bertanya-tanya tanpa faidah dan sikap menyelisihi para Nabi yang mereka lakukan alBukhari dan Muslim 📌 ASBAABUL WURUD SEBAB PENYAMPAIAN HADITS Suatu hari Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam bersabda Wahai sekalian manusia sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kalian berhaji, maka berhajilah. Kemudian seorang laki-laki berkata Apakah kewajiban haji itu setiap tahun wahai Rasulullah? Nabi shollallahu alaihi wasallam diam, hingga orang itu bertanya tiga kali, kemudian Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda Kalau aku jawab Iya, niscaya akan diwajibkan tiap tahun, dan kalian tidak akan mampu. Kemudian Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda Biarkanlah apa yang aku tinggalkan perintah dan larangannya untuk kalian. Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan mereka dan banyaknya penyelisihan yang mereka lakukan terhadap para Nabi mereka. Jika aku perintahkan kepada kalian dengan suatu hal, maka kerjakanlah sesuai dengan kemampuan, dan jika aku larang kalian dari sesuatu, tinggalkanlah Muslim. 📌 SAHABAT YANG MERIWAYATKAN HADITS Sahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abu Hurairah -semoga Allah meridhoinya-. Al-Imam anNawawy -rahimahulloh- dalam al-Arbain anNawawiyyah ini memperjelas nama asli Abu Hurairah adalah Abdurrahman bin Shakhr. Abu Hurairah -semoga Allah meridhoinya- adalah Sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Orang-orang yang beriman akan mencintai Abu Hurairah dan ibunya, karena Nabi shollallahu alaihi wasallam mendoakan mereka اللَّهُمَّ حَبِّبْ عُبَيْدَكَ هَذَا يَعْنِي أَبَا هُرَيْرَةَ وَأُمَّهُ إِلَى عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِينَ وَحَبِّبْ إِلَيْهِمْ الْمُؤْمِنِينَ Ya Allah jadikanlah hamba-hambaMu yang beriman cinta kepada Abu Hurairah dan ibunya, dan jadikanlah mereka mencintai orang-orang beriman Muslim ⏳ Insya Allah bersambung ...... 📝 Disalin dari Draft Buku "40 HADITS PEGANGAN HIDUP MUSLIM Syarh Arbain anNawawiyah". Penulis Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman حفظه الله 📎 hashtag serial kajian ini syarah_hadits_arbain 〰〰〰〰〰〰〰 📚🔰Salafy Kendari 〰〰〰〰〰〰 🌷📝 Kajian Hadits Syarh Arbain anNawawiyyah 💎 HADITS KE 9 Bag. ke 2 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ رواه البخاري ومسلم Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhoinya- beliau berkata saya mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda Segala yang aku larang jauhilah, dan apa yang aku perintahkan kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kalian. Karena sesungguhnya hal yang membinasakan umat sebelum kalian adalah mereka banyak bertanya-tanya tanpa faidah dan sikap menyelisihi para Nabi yang mereka lakukan alBukhari dan Muslim 📌 SIKAP ORANG BERIMAN TERHADAP PERINTAH DAN LARANGAN NABI Dalam hadits ini Nabi menyatakan Segala yang aku larang jauhilah... Para Ulama’ menjelaskan bahwa secara asal hukum larangan Nabi shollallahu alaihi wasallam adalah haram dilaksanakan. Ini adalah hukum asal. Hukum asal ini baru berubah jika terdapat hadits lain yang menunjukkan bahwa larangan itu bersifat makruh dibenci. Secara asal, segala bentuk larangan Nabi shollallahu alaihi wasallam yang terkait dengan suatu ibadah, menyebabkan ibadah itu batal atau tidak sah, sedangkan larangan Nabi shollallahu alaihi wasallam yang terkait dengan bentuk muamalah menyebabkan suatu akad menjadi tidak sah atau batal. Dalam hadits ini Nabi shollallahu alaihi wasallam juga menyatakan Apa yang aku perintahkan kepada kalian, maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan... Para Ulama’ menjelaskan bahwa secara asal, hukum perintah dari Nabi shollallahu alaihi wasallam adalah wajib dilaksanakan, hingga ada dalil lain yang menunjukkan bahwa hal itu adalah mustahab/sunnah disukai. Perintah Nabi shollallahu alaihi wasallam dikerjakan sesuai dengan kemampuan. Sebagai contoh صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ Sholatlah dengan berdiri. Jika tidak mampu, maka dengan duduk. Jika tidak mampu, maka dengan berbaring alBukhari Menghindari kemaksiatan lebih berat dibandingkan mengerjakan ketaatan. Bersabar untuk meninggalkan larangan lebih berat tantangannya dan lebih besar pahalanya dibandingkan melaksanakan perintah. Sahl bin Abdillah menyatakan Perbuatan-perbuatan kebajikan bisa dilakukan oleh orang-orang yang baik ataupun orang fajir. Namun, tidak ada yang bisa bersabar meninggalkan dosa kecuali orang yang Shiddiq jujur keimanannyaSyarhul Umdah karya Ibn Taimiyyah 1/46. ⏳ Insya Allah bersambung ...... 📝 Disalin dari Draft Buku "40 HADITS PEGANGAN HIDUP MUSLIM Syarh Arbain anNawawiyah". Penulis Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman حفظه الله 📎 hashtag serial kajian ini syarah_hadits_arbain 〰〰〰〰〰〰〰 📚🔰Salafy Kendari 〰〰〰〰〰〰 🌷📝 Kajian Hadits Syarh Arbain anNawawiyyah 💎 HADITS KE 9 Bag. ke 3 - Selesai عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ رواه البخاري ومسلم Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhoinya- beliau berkata saya mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda Segala yang aku larang jauhilah, dan apa yang aku perintahkan kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kalian. Karena sesungguhnya hal yang membinasakan umat sebelum kalian adalah mereka banyak bertanya-tanya tanpa faidah dan sikap menyelisihi para Nabi yang mereka lakukan alBukhari dan Muslim 📌 BANYAK BERTANYA ANTARA TERPUJI DAN TERCELA Pertanyaan yang baik adalah bertanya dalam masalah ilmu agama kepada ahlinya untuk tujuan mengamalkan ilmu tersebut. Atau, pertanyaan yang tujuannya untuk menambah iman, semakin mendekatkan diri kepada Allah, semakin takut kepada-Nya, semakin cinta kepada Allah. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para Sahabat kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam adalah mayoritas pertanyaan-pertanyaan semacam itu. فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ Maka bertanyalah kepada para Ulama jika kalian tidak mengetahuinya an-Hal43 Nabi shollallahu alaihi wasallam juga mencela orang yang bodoh tapi tidak mau bertanya, berbicara tanpa ilmu menyebabkan kebinasaan bagi orang lain أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ Tidakkah mereka bertanya jika tidak mengetahuinya. Sesungguhnya obat dari kebodohan adalah bertanya Abu Dawud Ibunda kaum beriman, Aisyah radhiyallaahu anha berkata نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الْأَنْصَارِ لَمْ يَكُنْ يَمْنَعُهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Mereka tidak terhalangi perasaan malu untuk bertanya berusaha memahami agama Muslim Sahabat Nabi Ibnu Abbas -semoga Allah meridhoinya- ditanya dengan cara bagaimana engkau mendapatkan ilmu sampai banyak seperti ini? Beliau berkata dengan lisan yang banyak bertanya dan hati yang banyak berpikir al-Bidayah wan Nihaayah 8/329. Ibnu Abbas -semoga Allah meridhoinya- juga berkata Aku bertanya satu permasalahan kepada 30 Sahabat Nabi al-Bidayah wan Nihaayah 8/329 Ibnu Syihab az-Zuhri -rahimahulloh- berkata Ilmu adalah gudang-gudang perbendaharaan, dan kunci pembukanya adalah bertanya Jaami’ Bayaanil Ilmi wa Fadhlih 1/179 Di antara pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang diajukan oleh seseorang yang sebenarnya sudah tahu jawabannya, namun ia lontarkan pertanyaan di majelis agar diketahui jawabannya oleh orang-orang yang hadir di majelis itu. Sebagaimana yang dilakukan Jibril yang menanyakan tentang Islam, Iman, Ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat Muslim Sedangkan sikap bertanya yang tercela, di antaranya adalah 1⃣. Banyak bertanya pada saat masih turunnya wahyu, sehingga dikhawatirkan memberatkan kaum muslimin al-Maidah101 2⃣. Bertanya-tanya tentang rahasia di balik takdir, yang hanya Allah saja yang tahu. Contoh bertanya mengapa si A ditakdirkan begini, sedangkan si B ditakdirkan demikian? وَإِذَا ذُكِرَ الْقَدَرُ فَأَمْسِكُوا Jika disebutkan tentang takdir, maka tahanlah diamlah Shahihul Jaami’ no 546. 3⃣. Bertanya tentang kaifiyat Sifat Allah. Seperti pertanyaan Seperti apa Wajah Allah? Bagaimana bentuk istiwa’ Allah di atas Arsy? Semua itu tidak ada yang tahu kecuali Allah. وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ...dan tidak ada yang tahu takwilnya kaifiyat /makna secara menyeluruh kecuali Allah... Ali Imran7 4⃣. Sekedar bertanya tidak untuk mengamalkannya, atau tidak untuk memahami makna ayat dan hadits menambah iman, hanya sekedar menguji ustadz atau Syaikh. 5⃣. Bertanya tentang permasalahan yang tidak akan pernah terjadi. 6⃣. Banyak bertanya pada saat kondisi Ustadz atau Syaikh sudah capek, letih, dan semisalnya. Para Sahabat Nabi shollallahu alaihi wasallam menjaga adab untuk bertanya. Mereka tidak menambah pertanyaan karena merasa kasihan dengan Nabi shollallahu alaihi wasallam. Simaklah adab dari perkataan Ibnu Mas’ud -semoga Allah meridhoinya- حَدَّثَنِي بِهِنَّ وَلَوْ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي ...demikianlah Nabi mengkhabarkan kepadaku, yang sebenarnya kalau aku minta tambah penjelasan, niscaya beliau akan menambahinya.. Muslim Nabi shollallahu alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan, termasuk dalam hal memberi jawaban. Sebenarnya, kalau Sahabat terus bertanya, akan terus dijawab oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam, namun hal itu tidak dilakukan Sahabat karena menjaga adab kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam. ⏳ Insya Allah bersambung ke syarah hadits ke 10. 📝 Disalin dari Draft Buku "40 HADITS PEGANGAN HIDUP MUSLIM Syarh Arbain anNawawiyah". Penulis Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman حفظه الله 👆 Bagi yang ingin mendapatkan postingan sebelumnya dari kajian ini silahkan kunjung situs via link 📎 atau silahkan klik hashtag berikut syarah_hadits_arbain 〰〰〰〰〰〰〰 📚🔰Salafy Kendari karangannyadengan mengutip hadits ini. Di antara mereka yang memulai dengan hadits ini pada kitabnya adalah Imam Bukhari. Abdurrahman bin Mahdi berkata : “bagi setiap penulis buku hendaknya memulai tulisannya dengan hadits ini, untuk mengingatkan para pembacanya agar meluruskan niatnya”. Hadits ini dibanding h-hadits yang lain adits KETIKA membaca atau mendengar hal yang dilarang maupun diperintahkan, tak jarang kita selalu banyak bertanya mengapa tidak boleh mengapa harus begitu. Terkadang logika kita selalu terlebih dahulu muncul sebelum melaksanakannya. Mari kita meniliki hadis arbain ke 9 berikut ini Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahu anhu dia berkata Saya mendengar Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka yang tidak berguna dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka. Bukhari dan Muslim Baca Juga Hadis Arbain 37 Kebaikan yang Dilipatgandakan Pelajaran yang dapat kita ambil dari kandungan hadis tersebut antara lain 1. Wajibnya menghindari semua apa yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam. 2. Siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan dan dia hanya mampu sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang dia mampu laksanakan. 3. Allah tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya. 4. Perkara yang mudah tidak gugur karena perkara yang sulit. 5. Menolak keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan kemaslahatan. 6. Larangan untuk saling bertikai dan anjuran untuk bersatu dan bersepakat. 7. Wajib mengikuti Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam, ta’at dan menempuh jalan keselamtan dan kesuksesan. 8. Al Hafiz berkata Dalam hadis ini terdapat isyarat untuk menyibukkan diri dengan perkara yang lebih penting yang dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat tersebut belum dibutuhkan. Apa yang dilarang dan diperintahkan oleh Rasulullah tentu mengandung kebaikan dan hikmah. Melaksanakan semampu dan sekuat kita akan menambah pahala bagi kita. [Ai/Ln] Sumber ebook Hadits Arba’in Nawawiyah, Muhyiddin Yahya bin Syaraf Nawawi, Penerjemah Abdullah Haidhir, DR. Muh. Mu’inudinillah Bashri, Maerwandi Tarmizi,Makna“arba’in” atau “arba’un” adalah melaksanakan shalat empat puluh waktu tanpa terputus berjamaah di Masjid Nabawi. Kadang jamaah merasa melaksanakan arbain ini menjadi keharusan dan ketika tidak bisa melakukannya maka ia sangat menyesal dan meyakini hajinya tidak afdhal bahkan tidak sah. Sebenarnya arbain itu sama sekali tidak
Anda yang pernah belajar di Pondok Pesantren tentu sudah tidak asing lagi dengan kumpulan hadits yang satu ini. Kumpulan hadits karya imam Nawawi ini memang cukup terkenal dan cukup mudah untuk dipelajari tidak hanya di Indonesia namun di seluruh dunia dan menjadi salah satu rujukan umat islam didunia. Hadits arbain nawawi ini sendiri berjumlah 42 hadits sesuai namanya. Pada awalnya, beliau mengumpulkan hadits berjumlah 42 ini agar memudahkan umat islam menghafal hadits karena siapapun yang mampu hafal sekitar 40 hadits dimana didalamnya mengandung perkara-perkara agama maka Allah akan dibangkitkan bersama para Fuqaha dan ulama. Tentang Hadits Nomor 9 Hadits Arbain Nawawi Mempelajari kitab Hadits arbain nawawi ini memang cukup penting karena didalamnya cukup runtut dimana pada bab awal tentang niat dalam melakukan sesuatu. Salah satu hal yang akan dibahas disini adalah pada hadits nomor 9 di kitab arbain nawawi. Pada bab ini disebutkan bahwa Rasulullah SAW menyuruh kita sebagai umatnya melaksanakan perintah sesuai dengan kemampuan. Untuk mengetahui tentang isi hadits, berikut ini isi hadits Arbain yang artinya Dari Abu Hurairah Adurrahman bin Sakhr ia berkata Saya mendengar Rasulullah SAW. bersabda, “Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintah maka hendaklah kalian laksanakan. Sungguh kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka yang tidak berguna dan penentang nabi-nabi mereka HR. Bukhori dan Muslim. Pada kutipan arti hadits diatas yang berasal dari kitab Hadits arbain nawawi terdapat juga pada kitab Muslim. Pada isi hadits tersebut disebutkan bahwa kita tidak boleh menghindari apa yang diperintahkan kepada kita. Selain itu, pada hadits ini juga disebutkan secara implicit bahwa siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan maka mereka bisa melakukannya semampu mereka. Hal itu sesuai dengan perintah Allah yang terdapat QS. At-Taghabun ayat 16 dimana manusia diwajibkan bertaqwa sesuai dengan kemampuan mereka. Faedah Hadits arbain nawawi Sobat Cahaya islam, jika kita membaca dan mempelajari hadits nomor Sembilan pada kitab Arbain Nawawi tersebut maka kita akan mendapatkan beberapa faedah. Salah satu satu faedah mempelajari Hadits arbain nawawi nomor 9 ini adalah kita tidak boleh melakukan perbuatan yang sudah jelas dilarang dan kita wajib menjauhi kecuali jika kita dalam keadaan darurat yang membolehkan suatu perkara yang sebelumnya dilarang. Selain itu, kita juga wajib mengerjakan apa yang telah diperintahkan. Hal ini juga berlaku selama tidak dalil yang mengatakan bahwa sesuatu perintah disunahkan. Faedah lain yang bisa kita temukan pada Hadits arbain nawawi nomor 9 ini adalah mudahnya agama islam untuk dilaksanakan. Islam mengajarkan bahwa seorang hamba wajib mengerjakan apa yang diperintahkan sesuai dengan kemampuan mereka. Hal itu dikarenakan setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengerjakan sesuatu. Dengan kata lain, jika seseorang tidak mampu mengerjakan apa-apa yang diperintahkan, maka ia hanya cukup mengerjakan apa yang mampu mereka kerjakan. Disini kita melihat contoh orang yang sholat. Jika mereka tidak mampu berdiri, mereka bisa duduk, duduk tidak mampu, maka mereka bisa dengan berbaring. Banyak sekali Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk mengerjakan sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan faedah terakhir yang kita bisa dapatkan dari Hadits arbain nawawi nomor 9 sembilan adalah kita tidak boleh banyak bertanya dan menyelisihi para nabi karena hal tersebut telah membinasakan orang-orang/ umat jaman dahulu. Hanya pada hadits nomor 9 saja Sobat Cahaya Islam mampu mempelajari berbagai hal tentang islam, apalagi jika kita mempelajari seluruh isi kitab ini, sudah barang tentu kita mendapatkan banyak faedah tentang agama islam untuk semesta alam. BukuSaku Matan Hadits Arbain Imam An-Nawawi. by Toko Muslim · Published 08/26/2017 · Updated 01/31/2021. Kode: BK2747 Harga: Rp. 8.500 Rp. 7.225 (Diskon) Penulis: Imam An-Nawawi Mukri Nabawi/kartikamayasari on Buku Ringkasan Zadul Ma’ad Bekal Ke Akhirat; Toko Muslim on Al-Qur’an Mushaf Samsia 15 Baris Khot Utsmani Ukuran A4; ÈÓã Çááå ÇáÑÍãä ÇáÑÍíã HADITS KE – 9 Úóäú ÃóÈöí åõÑóíúÑóÉó ÚóÈúÏö ÇáÑøóÍúãäö Èúäö ÕóÎúÑò ÑóÖöí Çááåõ Úóäúåõ ÞóÇáó ÓóãöÚúÊõ ÑóÓõæáó Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æó Óóáøóãó íóÞõæúáõ ãóÇ äóåóíúÜÊõßõãú Úóäúåõ ÝóÇÌúÜÊóäöÈõæúåõ æóãóÇ ÃóãóÑú Êõßõãú Èöåö ÝóÃúÊÜõæúÇ ãöäúåõ ãóÇÇÓúÜÊóØóÚúÜÊõãú ÝóÅöäøóãóÇ Ãóåúáóßó Çáøóöíúäó ãöäú ÞóÈúáößõãú ßóËúÑóÉõ ãóÓóÇÆöáöåöãú æóÇÎúÜÊöáÇóÝõåõãú Úóáìó ÃóäúÈöÜíóÇÆöåöãú ÑóæóÇåõ ÇáÈõÎóÇÑöíøõ æó ãõÓúáöãñ Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr Radhiyallahu anhu berkata Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Apa-apa yang telah aku larang untukmu, maka jauhilah dan apa-apa yang telah aku perintahkan kepadamu, maka kerjakanlah sedapat-dapatmu. Bahwasanya celakanya orang-orang sebelum kamu hanya karena banyak pertanyaan-pertanyaan dan perselisihan mereka terhadap Nabi-Nabi mereka”. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. KEUTAMAAN HADITSSebagaimana hadits-hadits yang lain dalam Al-Arba’in An-Nawawiyyah, maka hadits ini juga termasuk hadits yang pokok yang pernah diucapkan oleh Rasulullah s. Yang menunjukkan keutamaan hadits ini karena hadits ini hadits ini memuat salah satu kaidah yang penting dalam agama Islam, yaitu ÇáúãóÔóÞøóÉõ ÊóÌúáöÈõ ÇáÜÊøóÜíúÓöíúÑó “Kesulitan menyebabkan/mengantarkan kepada kemudahan”Dan ini termasuk salah satu dari lima kaidah yang besar dalam agama Islam. Dan kaidah itu salah satunya diambil dari hadits ini, karenanya Imam Nawawi ÑÍãå Çááå mengatakan bahwa hadits ini mengandung salah satu kaidah yang penting dalam Islam. Hadits ini juga menjelaskan tentang salah satu maqashid dari Ad Din tujuan dari Ad Din, yaitu larangan tasyabbuh terhadap orang-orang terdahulu, terutama dari kalangan ahlul kitab. Oleh karena itu hadits ini termasuk hadits yang pokok, yang penting untuk dihafalkan, dipelajari, dan diamalkan isinya. SAHABAT YANG MERIWAYATKAN HADITS Úóäú ÃóÈöí åõÑóíúÑóÉó ÚóÈúÏö ÇáÑøóÍúãäö Èúäö ÕóÎúÑò ÑóÖöí Çááåõ Úóäúåõ … Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Beliau adalah shahabat yang mulia yang diikhtilafkan nama aslinya. Imam Ibnul Jauzi ÑÍãå Çááå mengatakan bahwa ada sekitar 18 nama yang dinisbahkan kepada Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Yang paling terkenal kata Ibnul Jauzi adalah AbdusySyams artinya hambanya matahari, tapi ini sebelum beliau masuk Islam. Adapun sesudah beliau masuk Islam, namanya adalah Abdullah. Jadi Ibnul Jauzi ÑÍãå Çááå mentarjihkan bahwa namanya adalah Abdullah . Namun pendapat yang paling banyak dan ini yang dipilih oleh Imam Ibnu Hajar Al Asqalani ÑÍãå Çááå bahwa nama dari Abu Hurairah adalah Abdurrahman bin Shakhr Ad Dausy. Dan inilah yang rajih -Insya Allah-. Abu Hurairah adalah kunniyah yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, karena Rasulullah pernah mendapati beliau radhiyallahu anhu bersama kucing kecil hurairah = kucing kecil. Bahkan kadang beliau berjalan lalu memasukkan kucing kecil itu ke kantong beliau. Sebagian ulama, diantaranya Imam Ath Thufi ÑÍãå Çááå mengatakan bahwa beliau begitu menyukai kucing, karena beliau pernah meriwayatkan hadits mengenai seorang wanita yang masuk neraka karena kucing Úóäú ÃóÈöí åõÑóíúÑóÉó Ãóäøó ÑóÓõæáó Çááøóåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÞóÇáó ÚõøöÈóÊö ÇãúÑóÃóÉñ Ýöí åöÑøóÉò áóãú ÊõØúÚöãúåóÇ æóáóãú ÊóÓúÞöåóÇ æóáóãú ÊóÊúÑõßúåóÇ ÊóÃúßõáõ ãöäú ÎóÔóÇÔö ÇúáÃóÑúÖö ÑæÇå ãÓáã “Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Diadzab seorang wanita karena kucing, dia tidak memberinya makan, tidak memberinya minum dan tidak membiarkannya makan dari serangga yang ada di bumi”.HR. MuslimMungkin karena hal tersebut, beliau mengambil qiyas al aks kebalikannya bahwa jika orang yang menyiksa kucing masuk neraka, maka orang yang mencintai kucing akan masuk surga, sehingga beliau terdorong untuk mencintai kucing. Beliau adalah seorang shahabat yang terlambat masuk Islam, dalam artian tidak termasuk dalam assaabiquunal awwaluun. Beliau radhiyallahu anhu belum masuk Islam ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam masih di Makkah, bahkan ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah berhijrah dan mengikuti beberapa perang seperti perang Badr, perang Uhud, dan banyak perang lainnya. Nantilah pada tahun terjadinya perang Khaibar Abu Hurairah radhiyallahu anhu mendatangi kota Madinah untuk masuk Islam, namun ternyata beliau tidak mendapati Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam waktu itu bersama sahabatnya berada di Khaibar untuk berjihad melawan orang-orang Yahudi di tahun ke 7 H. Di situlah pertama kali Abu Hurairah radhiyallahu anhu bertemu dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dari sini dapat diketahui bahwa Abu Hurairah radhiyallahu anhu berada bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam hanya kurang lebih tiga setengah tahun saja karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat pada tahun ke 11 H. Dan inilah yang merupakan syubhat yang dimunculkan oleh musuh-musuh Islam, baik dari dalam maupun dari luar Islam. Dari luar Islam, orang-orang orientalis senantiasa meragukan riwayat-riwayat yang datang dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dengan alasan bahwa tidak mungkin Abu Hurairah radhiyallahu anhu yang hanya menemani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kurang lebih tiga setengah tahun bisa meriwayatkan begitu banyak hadits. Dan ini pula yang dikatakan oleh orang-orang Syi’ah Rafidhah yang banyak meragukan dan menolak hadits-hadits yang datang dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dengan alasan yang sama bahwa mengapa Abu Hurairah radhiyallahu anhu yang hanya bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kurang lebih tiga setengah tahun bisa meriwayatkan hadits yang begitu banyak dari pada shahabat-shahabat lain yang masuk Islam pada awal-awal da’wah. Sebenarnya Abu Hurairah radhiyallahu anhu sudah pernah menjawab syubhat tersebut, dimana sebagian tabi’in pernah bertanya kepada Abu Hurairah radhiyallahu anhu, mengapa beliau bisa meriwayatkan hadits-hadits yang begitu banyak, yang tidak diriwayatkan oleh orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar ?. Beliau radhiyallahu anhu mengatakan bahwa orang-orang Muhajirin waktu itu banyak yang disibukkan dengan perdagangannya dan orang-orang Anshar banyak disibukkan dengan tanahnya. Artinya orang-orang Muhajirin dan Anshar tidak mengkonsentrasikan diri mereka untuk mengambil ilmu dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, walaupun mereka tentu saja hadir dalam majelis-majelis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, namun frekuensi kehadiran mereka tidak sama dengan Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Adapun beliau Abu Hurairah radhiyallahu anhu mengatakan bahwa beliau radhiyallahu anhu tidak pernah mempunyai kegiatan yang lain kecuali berada di masjid, beribadah dan menuntut ilmu dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Karenanya sangat wajar kalau beliau radhiyallahu anhu meriwayatkan hadits yang begitu banyak, yang tidak sempat diriwayatkan oleh shahabat-shahabat yang lebih dahulu masuk Islam, bahkan tidak diriwayatkan sebanyak itu oleh shahabat yang paling dekat dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yaitu Abu Bakar radhiyallahu anhu. Dan para shahabat memang kadang ada yang tidak selalu hadir dalam majelis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, seperti kisah Umar radhiyallahu anhu, yang termasuk shahabat paling dekat dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dimana beliau radhiyallahu anhu kadang tidak hadir dalam majelis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan beliau mempunyai tetangga yang mana keduanya Umar dan tetangganya bersepakat untuk bergantian hadir dalam majelis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sehingga kalau Umar yang hadir maka beliau mencatat atau mengingat baik-baik lalu menyampaikan kepada tetangganya, dan sebaliknya. Ini yang dikenal dalam istilah hadits “ ÇáÊøóäóÇæöÈõ Ýöí ÇáúÚöáúãö ” saling bergantian dalam menuntut ilmu, dan ini pula yang diberikan bab oleh Imam Bukhari ÑÍãå Çááå dalam kitab Al-Ilmu-nya. Jadi ini menunjukkan bahwa sampai shahabat-shahabat yang terdekat dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun tidak mengikuti semua majelis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Adapun Abu Hurairah radhiyallahu anhu tidak disibukkan dengan perdagangan dan tanahnya, hanya mengkonsentrasikan dirinya dalam masjid, di shuffahnya karena beliau termasuk ahlush shuffah, shahabat-shahabat yang tinggal di beranda masjid, dan menghadiri semua majelis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tanpa kecuali. Dan yang mendukung hal tersebut juga adalah karena beliau radhiyallahu anhu sangat kuat hafalannya, sebagaimana yang beliau katakan bahwa pada suatu hari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda ãóäú íóÈúÓõØú ÑöÏóÇÁó åõ ÍóÊøóì ÃóÞúÖöíó ãóÞóÇáóÜÊöí Ëõãøó íóÞúÈöÖúåõ Ýóáóäú íóäúÓóì ÔóíúÆÇ ÓóãöÚóåõ ãöäøöí ÝóÈóÓóØúÊõ ÈõÑúÏóÉ ßóÇäóÊú Úóáóíøó ÝóæóÇáøóöí ÈóÚóËóåõ ÈöÇáúÍóÞøö ãóÇ äóÓöíÊõ ÔóíúÆÇ ÓóãöÚúÜÊõåõ ãöäúåõ ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí æ ãÓáã “Siapa yang mau membentangkan selendangnya hingga selesai pembicaraanku, kemudian ia meraihnya ke dirinya, maka ia takkan terlupa akan suatu apa pun dari apa yang telah didengarnya dariku”. Lalu aku Abu Hurairah membentangkan selendangku, maka demi Allah yang telah mengutus Rasulullah dengan haq, saya tidak pernah lupa sesuatu pun yang saya dengarkan dari beliau ”.HR. Bukhari dan Muslim Jadi wajar sekali kalau begitu banyak hadits yang beliau riwayatkan, karena selama tiga setengah tahun beliau tidak pernah absen dari majelis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan semua yang beliau dengarkan dihafalkannya. Bahkan beliau mengatakan “Sebenarnya saya tidak mau meriwayatkan semuanya karena saya merasa berat untuk itu, namun kalau tidak ada 2 ayat dalam Al Quran tentang ancaman menyembunyikan ilmu maka tentu saya tidak meriwayatkan hadits walaupun satu”. Kedua ayat tersebut adalah firman Allah subhaanahu wa ta’ala Åöäøó Çáøóöíäó íóßúÊõãõæäó ãóÇ ÃóäúÒóáúäóÇ ãöäó ÇáúÈóíøöäóÇÊö æóÇáúåõÏóì ãöäú ÈóÚúÏö ãóÇ ÈóíøóäøóÇåõ áöáäøóÇÓö Ýöí ÇáúßöÊóÇÈö ÃõæáóÆößó íóáúÚóäõåõãõ Çááåõ æóíóáúÚóäõåõãõ ÇááÇøóÚöäõæäó . ÅöáÇøó Çáøóöíäó ÊóÇÈõæÇ æóÃóÕúáóÍõæÇ æóÈóíøóäõæÇ ÝóÃõæáóÆößó ÃóÊõæÈõ Úóáóíúåöãú æóÃóäóÇ ÇáÊøóæøóÇÈõ ÇáÑøóÍöíãõ ÇáÈÞÑÉ 159 -160 “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua makhluk yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan kebenaran, maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Aku-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”Al Baqarah 159 – 160 Jadi beliau adalah shahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits, lalu diikhtilafkan tentang berapa riwayatnya, namun Ibnul Jauzy ÑÍãå Çááå pernah menyebutkan bahwa Abu Hurairah radhiyallahu anhu meriwayatkan sebanyak 5374 hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dan ini adalah jumlah yang sangat besar dibandingkan riwayat dari sahabat yang lain yang juga banyak meriwayatkan hadits. Dari tujuh shahabat yang banyak meriwayatkan hadits, yang paling dekat dengan beliau urutan kedua adalah Abdullah bin Umar yang hanya meriwayatkan sekitar 2630 hadits. Abu Hurairah radhiyallahu anhu memiliki banyak keutamaan. Sebagaimana layaknya para ahlush shuffah, beliau di samping berilmu, juga adalah orang yang zuhud dan banyak beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta’ala, hingga kadang beliau tidak makan dan minum dalam beberapa hari. Sehingga, sebagaimana diriwayatkan oleh beberapa tabi’in bahwa kadang beliau di atas mimbar tiba-tiba pingsan seperti orang gila, lalu ketika ditanyakan, ternyata beliau pingsan karena kelaparan dan haus karena tidak makan beberapa hari. Ini menunjukkan kezuhudan beliau, namun demikian beliau termasuk orang yang ta’affuf senantiasa menjaga kehormatannya sehingga beliau memelihara diri dari meminta-minta. Hal ini sebagaimana firman Allah subhaanahu wa ta’ala áöáúÝõÞóÑóÇÁö Çáøóöíäó ÃõÍúÕöÑõæÇ Ýöí ÓóÈöíáö Çááåö áÇó íóÓúÊóØöíÚõæäó ÖóÑúÈÇ Ýöí ÇúáÃóÑúÖö íóÍúÓóÈõåõãõ ÇáúÌóÇåöáõ ÃóÛúäöíóÇÁó ãöäó ÇáÊøóÚóÝøõÝö ÊóÚúÑöÝõåõãú ÈöÓöíãóÇåõãú áÇó íóÓúÃóáõæäó ÇáäøóÇÓó ÅöáúÍóÇÝÇ æóãóÇ ÊõäúÝöÞõæÇ ãöäú ÎóíúÑò ÝóÅöäøó Çááåó Èöåö Úóáöíãñ ÇáÈÞÑÉ 273 “Berinfaklah kepada orang-orang fakir yang terikat oleh jihad di jalan Allah; mereka tidak dapat berusaha di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan di jalan Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui”.Al Baqarah 273 Beliau malu meminta walaupun beliau sangat butuh. Sehingga kadang metode yang beliau lakukan untuk menunjukkan bahwa beliau lapar dan mau dibantu, maka setelah mengikatkan batu di perutnya untuk menahan laparnya, kemudian beliau mendekati Abu Bakar radhiyallahu anhu untuk sengaja bertanya tentang masalah-masalah tafsir dan ad-dien, padahal sebenarnya beliau radhiyallahu anhu datang agar Abu Bakar radhiyallahu anhu memperhatikannya dan kemudian tahu bahwa dia lapar. Namun kata Abu Hurairah, kadang Abu Bakar radhiyallahu anhu cuma menjawab saja pertanyaannya namun tidak mengetahui bahwa dia lapar. Lalu beliau mendatangi Umar radhiyallahu anhu untuk sengaja bertanya. Namun Umar radhiyallahu anhu hanya sekedar menjawab dan tidak mengetahui bahwa sebenarnya beliau dalam keadaan lapar. Kemudian beliau radhiyallahu anhu menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bisa langsung menangkap apa yang diinginkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memanggilnya ke rumah beliau shallallahu alaihi wa sallam, dan pada hari itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendapati sebotol susu, lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya dari mana susu tersebut, maka dikatakan bahwa itu hadiah. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikannya kepada Abu Hurairah dan memesankan supaya juga dibagi-bagikan kepada ahlush shuffah lainnya. Abu Hurairah mengatakan dalam hati bahwa susu sedikit dan saya sangat haus dan lapar, lalu disuruh lagi membagi-bagikannya ke ahlush shuffah ?. Namun ketika beliau radhiyallahu anhu datang kepada para ahlush shuffah kemudian membagi-bagi susu tersebut, ternyata susu itu tidak pernah habis. Dan ini merupakan salah satu mu’jizat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Kisah ini menunjukkan bagaimana zuhudnya Abu Hurairah radhiyallahu anhu dan sekaligus menunjukkan keutamaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam; yang mana beliau shallallahu alaihi wa sallam adalah seorang yang bisa menangkap dan mengetahui dengan baik keadaan para shahabatnya. Salah satu keutamaan Abu Hurairah yang perlu diangkat adalah beliau seorang yang dicintai oleh seluruh orang-orang mu’min. Dan hal ini beliau pernah katakan kepada seorang tabi’in, yaitu Abu Katsir ÑÍãå Çááå , bahwa, “Tidaklah Allah menciptakan seorang mu’min kecuali dia pasti mencintaiku dan mencintai ibuku”. Lalu tabi’in itu mengatakan, “Dari mana anda tahu?”, maka beliau mengatakan menyebutkan kisahnya “Saya mempunyai seorang ibu yang musyrik dan saya mencintainya dan diapun sangat cinta kepada saya. Dan ketika saya masuk Islam, dia sangat marah dan mau mengusirku. Namun saya tetap bermuamalah dengan dia dengan mu’amalah yang sangat baik. Hingga pada suatu hari dia pernah mengatakan suatu perkataan yang tidak pantas tentang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yakni celaan. Dengan perasaan yang sangat sedih, saya menangis di depan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan berkata “Ya Rasulullah, do’akan hidayah untuk ibu Abu Hurairah”. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam langsung mendo’akan ibu Abu Hurairah untuk mendapatkan hidayah. Begitu mendengarkan do’a Rasulullah, saya sangat gembira dan segera pulang untuk menyampaikan kabar gembira itu. Belum sampai di rumah, saya sudah mendengarkan suara gemericik air, seperti ada orang berwudhu di dalam rumah. Maka saya sangat kaget dan bertanya-tanya siapa yang berwudhu di dalam rumah.. Dan ketika saya masuk, saya mendapati ibuku telah selesai berwudhu’ dan siap mengenakan khimarnya untuk shalat dan mengatakan, “Saya sudah bersyahadat”. Maka saya pun kembali menangis sebagaimana tangisan yang pertama dan mengatakan, “Saya sekarang menangis karena kegembiraan sebagaimana saya tadi menangis karena kesedihan saya”. Lalu saya kembali menemui Rasulullah untuk menyampaikan hal tersebut, lalu saya meminta kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah, do’akanlah supaya tidak ada seorang mu’min yang mendengarkan nama Abu Hurairah dan ibunya, kecuali pasti mencintainya”. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berdo’a “Ya Allah, jadikanlah Abu Hurairah dan ibunya dicintai oleh hamba-hamba-Mu yang beriman”. Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata “Maka tidaklah seorang mukmin yang diciptakan yang mendengarkanku dan melihatku kecuali mencintaiku”.HR. Muslim Dari riwayat ini ada faidah yang sangat penting, bahwa siapa saja yang membenci Abu Hurairah maka paling tidak keimanannya dipertanyakan/diragukan. Dan ini bantahan terhadap orang-orang Syi’ah yang membenci Abu Hurairah dan bertaqarrub kepada Allah dengan membenci Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahkan meragukan hadits-hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Karena itu orang yang meragukan Abu Hurairah radhiyallahu anhu, maka minimal kita pun meragukan keimanannya. Orang-orang beriman begitu berterima kasih kepada Abu Hurairah radhiyallahu anhu karena beliau adalah shahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits kepada mereka dan begitu banyak ilmu yang mereka dapatkan lewat riwayat dari beliau. Karenanya sangat wajar bila Ahlus Sunnah wal Jama’ah sangat mencintai shahabat yang mulia ini. Adapun Ahlul Bid’ah, termasuk Syi’ah Rafidhah, membenci Abu Hurairah radhiyallahu anhu dan sekaligus mengumumkan bahwa diri-diri mereka adalah minimal munafiq, dan pantas diragukan Hurairah radhiyallahu anhu juga pernah menjadi sebagai amir pemimpin di kota Madinah beberapa kali. Beliau meninggal di kota Madinah sebagian ulama mengatakan di Aqieq sekitar tahun 57 H ada yang mengatakan tahun 59 H pada akhir khilafah Mu’awiyah . Umur beliau waktu itu kurang lebih 78 tahun. Menjelang wafatnya, beliau radhiyallahu anhu menangis. Lalu orang-orang di sekitarnya bertanya mengapa beliau sampai menangis, apakah karena takut mati. Maka beliau radhiyallahu anhu berkata “Tidak, sesungguhnya saya menangis karena saya tahu akan menghadapi perjalanan yang sangat jauh namun perbekalan saya sangat sedikit”. Ini menunjukkan kezuhudan dan wara’ beliau radhiyallahu anhu . Jika saja Abu Hurairah radhiyallahu anhu mengatakan seperti ini, maka tentu kita lebih pantas takut dan kuatir dengan diri kita, karena jarak yang begitu jauhnya untuk kita bertemu dengan Allah namun begitu minimnya perbekalan kita. Kalau saja beliau yang banyak berilmu meriwayatkan hadits yang mana satu hadits saja yang beliau sebutkan lalu didengar oleh satu orang dan orang itu mengamalkan, maka beliau sudah mendapatkan andil, yaitu pahala dari pengamalan orang tersebut. Bagaimana lagi kalau sudah banyak sekali orang yang mendengarkan hadits dari beliau dan mengamalkannya, tentu banyak sekali pahala yang beliau dapatkan. Jadi sebenarnya bila dihitung-hitung perbekalan pahala beliau sudah banyak, namun begitulah para shahabat, mereka mempunyai rasa takut yang sangat besar kepada Allah subhaanahu wa ta’ala. Hadits ini adalah hadits yang pertama kali diriwayatkan oleh Abu Hurairah dalam Arba’in An-Nawawiyah. Setelah hadits ini akan banyak hadits beliau yang dimuat dalam Al Arbain An-Nawawiyah. Dan hampir semua kitab-kitab hadits, siapapun yang menulis, asalkan dia dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maka akan didapati riwayat yang paling banyak adalah riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu. SABABUL WURUD Hadits ini mempunyai sababul wurud, yaitu ketika diwajibkannya haji, Rasulullah menyampaikan kepada para shahabatnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari riwayat Muhammad bin Ziyad dari Abu Hurairah berkata ÎóØóÈóäóÇ ÑóÓõæáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÝóÞóÇáó ÃóíøõåóÇ ÇáäøóÇÓõ ÞóÏú ÝóÑóÖó Çááåõ Úóáóíúßõãõ ÇáúÍóÌøó ÝóÍõÌøõæÇ ÝóÞóÇáó ÑóÌõáñ Ãóßõáøó ÚóÇãò íóÇ ÑóÓõæáó Çááåö ¿ ÝóÓóßóÊó ÍóÊøóì ÞóÇáóåóÇ ËóáÇóËÇ ¡ ÝóÞóÇáó ÑóÓõæáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó áóæú ÞõáúÊõ äóÚóãú áóæóÌóÈóÊú æóáóãóÇ ÇÓúÊóØóÚúÊõãú Ëõãøó ÞóÇáó óÑõæäöí ãóÇ ÊóÑóßúÊõßõãú ÝóÅöäøóãóÇ åóáóßó ãóäú ßóÇäó ÞóÈúáóßõãú ÈößóËúÑóÉö ÓõÄóÇáöåöãú æóÇÎúÊöáÇóÝöåöãú Úóáóì ÃóäúÈöíóÇÆöåöãú ÝóÅöóÇ ÃóãóÑúÊõßõãú ÈöÔóíúÁò ÝóÃúÊõæÇ ãöäúåõ ãóÇ ÇÓúÊóØóÚúÊõãú æóÅöóÇ äóåóíúÊõßõãú Úóäú ÔóíúÁò ÝóÏóÚõæåõ ÑæÇå ãÓáã “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkhutbah kepada kami, lalu bersabda “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah”. Maka seorang laki-laki bertanya “Apakah setiap tahun wahai Rasulullah ?”. Maka beliau diam, sampai laki-laki tadi bertanya 3 kali. Kemudian beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Kalau saya katakana ya, maka wajib bagimu setiap tahun dan kalian tidak akan mampu”. Di sini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sempat marah. Jadi sebelumnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam diam, dan diamnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah untuk memberikan keringanan kepada shahabat. Lalu ada yang bertanya lagi apakah setiap tahun, maka ini adalah pertanyaan yang tidak bermanfaat, bahkan bisa menyulitkan diri sendiri. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengucapkan hadits ini “Biarkanlah aku pada apa yang aku tinggalkan diamkan, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa disebabkan oleh banyaknya pertanyaan mereka dan penyimpangan mereka terhadap Nabi-Nabi mereka. Karena itu apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka kerjakanlah semampumu, dan apabila aku melarang sesuatu kepada kalian maka tinggalkan”. HR. MuslimOrang yang bertanya ini adalah seorang Arab Badui sehingga dimaklumi. Dalam beberapa riwayat terutama riwayat Ibnu Majah menjelaskan bahwa yang bertanya ini adalah seorang Arab Badui yang cukup terkenal, yaitu Al Aqra’ bin Habis. Salah satu kisahnya yang terkenal adalah ketika beliau melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mencium cucunya Al Hasan bin Ali radhiyallahu anhu, maka Al Aqra’ bin Habis berkata Åöäøó áöí ÚóÔóÑóÉ ãöäó ÇáúæóáóÏö ãóÇ ÞóÈøóáúÊõ ãöäúåõãú ÃóÍóÏÇ ¡ ÝóäóÙóÑó Åöáóíúåö ÑóÓõæáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó Ëõãøó ÞóÇáó ãóäú áÇó íóÑúÍóãõ áÇó íõÑúÍóãõ ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí æ ãÓáã Úä ÃÈí åÑíÑÉ “Saya mempunyai 10 orang anak, namun tidak ada seorangpun yang pernah saya cium”. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memandangnya kemudian bersabda “Siapa yang tidak punya rahmat, tidak akan dirahmati”.HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu Ini suatu hal yang aneh sebenarnya, karena fitrah manusia adalah menyenangi anak kecil, lalu shahabat ini tidak pernah mencium satupun anaknya. Shahabat Badui ini cukup banyak riwayat atau kisah-kisahnya, salah satunya adalah yang berkaitan dengan hadits ini, yang mana beliau bertanya kepada Rasulullah tentang kewajiban haji apakah diwajibkan setiap tahun, dan merupakan salah satu bentuk pertanyaan yang tidak dibolehkan. Bahkan hadits ini juga merupakan sababul nuzul sebab turunnya ayat íóÇÃóíøõåóÇ Çáøóöíäó ÁóÇãóäõæÇ áÇó ÊóÓúÃóáõæÇ Úóäú ÃóÔúíóÇÁó Åöäú ÊõÈúÏó áóßõãú ÊóÓõÄúßõãú æóÅöäú ÊóÓúÃóáõæÇ ÚóäúåóÇ Íöíäó íõäóÒøóáõ ÇáúÞõÑúÁóÇäõ ÊõÈúÏó áóßõãú ÚóÝóÇ Çááåõ ÚóäúåóÇ æóÇááåõ ÛóÝõæÑñ Íóáöíãñ ÇáãÇÆÏÉ 101 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur’an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah mema`afkan kamu tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.Al Maidah 101 Jadi apa-apa yang Allah subhaanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya diamkan maka diamkanlah, karena apa Allah subhaanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya diamkan bukanlah berarti bahwa Allah subhaanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya lupa akan hal tersebut, tetapi karena hikmah dan rahmat dari Allah subhaanahu wa ta’ala kepada orang-orang beriman. Dan perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa “Seandainya saya mengatakan ya, wajib bagi kalian tiap tahun dan kalian tidak akan mampu”, maka dari sini ulama ushul mengambil faidah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah mujtahid dan berhak menetapkan hukum sendiri.”.Dari sababul wurud ini juga terdapat khilaf di antara ulama-ulama kita terutama ulama-ulama ushul bahwa apakah setiap perintah itu menunjukkan mestinya dilakukan secara berulang atau tidak. Seperti misalnya firman Allah subhaanahu wa ta’ala íóÇÈõäóíøó ÃóÞöãö ÇáÕøóáÇóÉó æóÃúãõÑú ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö æóÇäúåó Úóäö ÇáúãõäúßóÑö æóÇÕúÈöÑú Úóáóì ãóÇ ÃóÕóÇÈóßó Åöäøó óáößó ãöäú ÚóÒúãö ÇúáÃõãõæÑö áÞãÇä17 “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah”.Luqman 17Perintah “ ÃÞã ÇáÕáÇÉ ”dirikanlah shalat disini apakah merupakan perintah yang cukup dikerjakan satu kali saja atau mesti berulang-ulang ?. Demikian juga perintah “ æÃãÑ ÈÇáãÚÑæÝ æÇäå Úä ÇáãäßÑ ”, apakah beramar ma’ruf nahi mungkar cukup satu kali saja atau mesti berulang-ulang. Atau misalnya firman Allah subhaanahu wa ta’ala Åöäøó Çááåó æóãóáÇóÆößóÊóåõ íõÕóáøõæäó Úóáóì ÇáäøóÈöíøö íóÇÃóíøõåóÇ Çáøóöíäó ÁóÇãóäõæÇ ÕóáøõæÇ Úóáóíúåö æóÓóáøöãõæÇ ÊóÓúáöíãÇ ÇáÃÍÒÇÈ 56 “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”.Al Ahzab 56Perintah bershalawat di sini, apakah bershalawat cukup satu kali agar kita sudah terlepas dari dosa, ataukah mesti diulang berkali-kali ?. Ini adalah hal yang diikhtilafkan oleh ulama kita, dan kebanyakan ulama kita mengatakan bahwa “Satu kali perintah tidak berarti cuma satu kali dikerjakan”. Tapi dari riwayat ini juga bisa dipahami bahwa perintah yang satu kali juga menghendaki amalan yang satu kali saja, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika menyebutkan kewajiban haji kemudian beliau diam, dan ketika shahabat bertanya apakah setiap tahun maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam langsung marah. Artinya kalau satu kali saja Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan perintah tersebut maka berarti satu kali saja diperintahkan. Namun boleh dikatakan bahwa kebanyakan perintah yang satu kali itu dilakukan berkali-kali. Jadi, asalnya perintah itu dilakukan berkali-kali, kalaupun ada yang satu kali, maka ada penjelasan khusus tentang hal tersebut, sebagaimana dalam hadits haji ini, diperintahkan cuma satu kali saja. Masalah lain yang berkaitan dengan masalah perintah ini adalah apakah setiap perintah itu mesti langsung dikerjakan begitu didengarkan atau yang penting dikerjakan walaupun terlambat. Contohnya haji, seorang yang sudah mampu untuk haji apakah dibolehkan menunda misalnya tahun depan. Ini diikhtilafkan oleh para ulama, namun yang rajih -Insya Allah – adalah bahwa seseorang harus langsung melakukan suatu perintah begitu ia sanggup. Karena kalau dia menunda-nunda lalu dia nanti tidak bisa mengamalkannya, maka dia mendapatkan dosa. Allah berfirman subhaanahu wa ta’ala … ÝóÇÓúÊóÈöÞõæÇ ÇáúÎóíúÑóÇÊö Åöáóì Çááåö ãóÑúÌöÚõßõãú ÌóãöíÚÇ ÝóíõäóÈøöÆõßõãú ÈöãóÇ ßõäúÊõãú Ýöíåö ÊóÎúÊóáöÝõæäó ÇáãÇÆÏÉ 48 “… Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”Al Maidah 48“Bersegeralah dalam melakukan kebaikan”, Artinya jangan ditunda-tunda. Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sendiri menyuruh kita untuk memanfaatkan kesempatan, sebagaimana dalam hadits Úóäö Èúäö ÚóÈøóÇÓò ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ ÞóÇáó ÞóÇáó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó áöÑóÌõáò æóåõæó íóÚöÙõåõ ÇöÛúÊóäöãú ÎóãúÓÇ ÞóÈúáó ÎóãúÓò ÔóÈóÇÈóßó ÞóÈáó åóÑóãößó æóÕöÍøóÊóßó ÞóÈáó ÓóÞóãößó æóÛöäóÇßó ÞóÈáó ÝóÞÑößó æóÝóÑóÇÛóßó ÞóÈáó ÔõÛõáößó æóÍóíóÇÊößó ÞÈá ãæÊß “Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada seorang laki-laki dan beliau bernasihat kepadanya ”Manfaatkanlah lima hal sebelum datangnya lima halmasa mudamu sebelum datang masa tuamu, kesehatanmu sebelum datang sakitmu, kekayaanmu sebelum datang kemiskinanmu, waktu kosongmu sebelum datang kesibukanmu dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu”HR Hakim & Baihaqy di Syu’abul Iman. Dan Ibnu Umar ÑÖí Çááå ÚäåãÇ mengatakan ÅöóÇ ÃóãúÓóíúÊó ÝóáÇó ÊóäúÊóÙöÑö ÇáÕøóÈóÇÍó æóÅöóÇ ÃóÕúÈóÍúÊó ÝóáÇó ÊóäúÊóÙöÑö ÇáúãóÓóÇÁó … ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí “Jika engkau berada di waktu sore maka janganlah engkau menunggu pagi, dan jika engkau berada di waktu pagi maka janganlah menunggu sore”.Diriwayatkan oleh Imam BukhariArtinya apabila ada pekerjaan yang dapat dikerjakan sekarang maka kerjakanlah, jangan ditunda-tunda, karena boleh jadi kamu tidak dapat lagi mengerjakan apa yang ingin kamu lakukan saat sababul wurud dari hadits ini maka dapat dipahami makna hadits ini, sebagaimana sababun nuzul manfaatnya adalah agar kita dapat memahami ayat dengan baik. Dan bukan berarti bahwa hukum itu hanya berlaku kepada siapa dia diturunkan, karena qaidah menyebutkan ÇáúÚöÈúÑóÉõ ÈöÚõãõæãö ÇááøóÝúÙö áÇó ÈöÎõÕõæúÕö ÇáÓøóÈóÈö “Al Ibroh pelajaran terletak pada keumuman lafazh bukan pada kehususan sebab“Contohnya Allah subhaanahu wa ta’ala menurunkan celaan kepada orang Yahudi, maka itu juga berlaku kepada siapa saja yang berbuat sebagaimana perbuatan mereka Yahudi, seperti firman Allah subhaanahu wa ta’ala ÃóÊóÃúãõÑõæäó ÇáäøóÇÓó ÈöÇáúÈöÑøö æóÊóäúÓóæúäó ÃóäúÝõÓóßõãú æóÃóäúÊõãú ÊóÊúáõæäó ÇáúßöÊóÇÈó ÃóÝóáÇó ÊóÚúÞöáõæäó ÇáÈÞÑÉ 44 “Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebajikan, sedang kamu melupakan diri kewajiban mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab Taurat? Maka tidakkah kamu berpikir?”Al Baqarah 44 Kalau ada yang menasehati dengan ayat ini, maka jangan dikatakan bahwa ayat itu ditujukan hanya kepada orang Yahudi. Memang ayat ini pertama kali diturunkan kepada Yahudi, namun ia berlaku secara umum, sehingga siapa yang berlaku dengan kelakuan seperti itu berarti dia telah melakukan kesalahan, dan sebagaimana Allah subhaanahu wa ta’ala mencela orang Yahudi maka Allah juga mencela orang tersebut. Jadi sababul wurud dan sababun nuzul cuma membantu dalam memahami hadits dan ayat, dan bukan untuk menunjukkan bahwa hukum itu khusus berlaku kepada siapa ia diturunkan pertama kali saja. SYARH HADITS ÓóãöÚúÊõ ÑóÓõæáó Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æó Óóáøóãó íóÞõæúáõ … Abu Hurairah radhiyallahu anhu mengatakan “Saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda ”. Telah disebutkan terdahulu bahwa bentuk periwayatan seperti ini bentuk sama’/mendengar merupakan salah satu bentuk periwayatan yang paling kuat. ãóÇ äóåóíúÜÊõßõãú Úóäúåõ ÝóÇÌúÜÊóäöÈõæúåõ æóãóÇ ÃóãóÑú Êõßõãú Èöåö ÝóÃúÊÜõæúÇ ãöäúåõ ãóÇÇÓúÜÊóØóÚúÜÊõãú … “Apa-apa yang telah aku larang untukmu, maka jauhilah dan apa-apa yang telah aku perintahkan kepadamu, maka kerjakanlah sekemampuanmu”. Hadits ini semakna dengan firman Allah dalam surah Al Hasyr 7, … æóãóÇ ÁóÇÊóÇßõãõ ÇáÑøóÓõæáõ ÝóÎõõæåõ æóãóÇ äóåóÇßõãú Úóäúåõ ÝóÇäúÊóåõæÇ … ÇáÍÔÑ 7 “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”.Al Hasyr 7Walaupun ayat ini tidak mengatakan “Ambillah sekemampuanmu”, namun keumumannya dikhususkan dengan hadits ini, atau dapat dikatakan ia diikat oleh dalil Al Quran yang lain ÝóÇÊøóÞõæÇ Çááåó ãóÇ ÇÓúÊóØóÚúÊõãú æóÇÓúãóÚõæÇ æóÃóØöíÚõæÇ æóÃóäúÝöÞõæÇ ÎóíúÑÇ áöÃóäúÝõÓößõãú … ÇáÊÛÇÈä 16 “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta`atlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu”.At Taghabun 16“ ãÇ ” di sini menunjukkan sesuatu yang umum, artinya “Apa-apa saja yang aku larang maka tinggalkanlah, dan apa-apa saja yang aku perintahkan maka kerjakanlah sekemampuanmu”. Di sini ada dua lafazh yang berbeda, kalau dalam masalah larangan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengatakan bahwa apa yang dilarang tinggalkanlah secara mutlak dan tidak dikatakan “tinggalkanlah sekemampuanmu”. Adapun dalam masalah perintah dikatakan kerjakanlah sekemampuanmu. Di sini terdapat khilaf para ulama, mana yang lebih berat perintah atau larangan. Namun yang shahih adalah lebih berat perintah. Karena untuk masalah perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, “Kerjakanlah sekemampuanmu”, berarti ada perintah yang kita tidak mampu mengerjakannya. Sedangkan untuk masalah larangan semuanya ditinggalkan secara mutlak. Jadi secara dalil, bahwasanya perintah itu lebih berat dari larangan. Secara akal, perintah memang lebih berat, karena banyak yang perlu dikerjakan sebelum melaksanakannya, dan memerlukan tenaga atau dana. Adapun larangan tidak memerlukannya sama sekali. Misalnya tentang larangan berzina, maka kita tidak mesti mengorbankan sesuatu untuk meninggalkannya, kita bisa tinggal saja di rumah menahan diri maka kita sudah meninggalkan larangan tersebut. Adapun perintah shalat berjama’ah misalnya, maka kita harus meninggalkan rumah, berjalan, dan sebagainya, sehingga kita membutuhkan tenaga untuk mengerjakannya. Bahkan orang yang melakukan larangan, sebenarnya melelahkan dirinya. Berapa banyak orang yang rela melelah-lelahkan dirinya untuk melakukan sebuah larangan, padahal seandainya ia meninggalkan larangan itu akan lebih mudah baginya. Namun demikianlah ketika syaithan sudah memperindah suatu amalan maksiat, maka sampai-sampai seseorang rela berkorban untuk melakukannya. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman … ÝóãóÇ ÃóÕúÈóÑóåõãú Úóáóì ÇáÜäøóÇÑö ÇáÈÞÑÉ 175 “Maka alangkah sabarnya mereka menentang api neraka!”. Al Baqarah 175Dan inilah sebabnya kenapa Allah subhaanahu wa ta’ala senantiasa mengatakan “ãÇ Ç ÓÊØÚÊã” untuk masalah perintah. Adapun larangan, kita wajib meninggalkannya secara mutlak, kecuali darurat. ãóÇ äóåóíúÜÊõßõãú Úóäúåõ ÝóÇÌúÜÊóäöÈõæúåõ … “Apa-apa yang telah aku larang untukmu, maka jauhilah”. Larangan yang ada dalam dalil-dalil Al Quran dan As Sunnah ada dua macam, yaitu 1. Larangan yang sifatnya haram, dan ini adalah asal dari larangan kaidah “Çáäåí íÞÊÖí ÇáÊÍÑíã”hukum asal dari larangan adalah haram sampai ada dalil yang menjelaskan bahwa ia tidak haram. Misalnya berzina, mencuri, riba, dan lain-lain. Adapun defenisi haram menurut ulama ushul, adalah ãóÇ íõÚóÇÞóÈõ Úóáóì ÝöÚúáöåö æó íõËóÇÈõ Úáóì ÊóÑßõåõ Ç ãúÊöËóÇáÇ“Apa-apa yang ketika dikerjakan mendapatkan dosahukuman dan ketika ditinggalkan karena syari’at Allah dan Rasul-Nya mendapatkan pahala”Jika ditinggalkan bukan karena alasan syari’at maka tidak mendapatkan pahala. Misalnya seorang yang tidak melakukan zina karena tidak ada kesempatan, maka tidak mendapatkan pahala. Tapi orang yang meninggalkan zina karena Allah dan Rasul-Nya, maka ia mendapat pahala. Sama halnya hadits mengenai orang yang berkelahi, yang membunuh dan dibunuh sama-sama masuk neraka; yang dibunuh juga masuk neraka karena sebenarnya ia telah punya niat untuk membunuh, hanya karena lebih dulu terbunuh maka ia tidak sempat lagi membunuh. 2. Larangan yang sifatnya makruh.. Ulama ushul yang belakangan mendefinisikan makruh sebagai ãóÇ íõËóÇÈõ ÚóáóìÊóÑßöåö ÇãúÊöËÇáÇ æóáÇó íõÚóÇÞóÈõ Úáì ÝöÚúÜáöåö“Apa-apa yang ketika ditinggalkan karena Allah dan RasulNya maka mendapatkan pahala, dan ketika dikerjakan tidak mengapa tidak dihukum”Namun sebenarnya kata-kata makruh dalam Al Quran maupun As Sunnah kadang digunakan dengan makna haram. Dan ulama-ulama salaf kadang bila mengatakan “itu makruh” maksudnya adalah haram. Contoh penggunaan kata makruh dalam Al Quran sebagaimana firman Allah ßõáøõ óáößó ßóÇäó ÓóíøöÆõåõ ÚöäúÏó ÑóÈøößó ãóßúÑõæåÇ ÇáÅÓÑÇÁ 38 “Semua itu kejahatannya amat dibenci makruh di sisi Tuhanmu”.Al Isra’ 38Makruh di ayat ini berarti haram. Yang menunjukkan hal tersebut karena larangan-larangan yang ada pada ayat-ayat sebelumnya adalah larangan yang sifatnya haram. Seperti pada ayat 23 adalah larangan membentak kedua orang tua æóÞóÖóì ÑóÈøõßó ÃóáÇøó ÊóÚúÈõÏõæÇ ÅöáÇøó ÅöíøóÇåõ æóÈöÇáúæóÇáöÏóíúäö ÅöÍúÓóÇäÇ ÅöãøóÇ íóÈúáõÛóäøó ÚöäúÏóßó ÇáúßöÈóÑó ÃóÍóÏõåõãóÇ Ãóæú ßöáÇóåõãóÇ ÝóáÇó ÊóÞõáú áóåõãóÇ ÃõÝøò æóáÇó ÊóäúåóÑúåõãóÇ æóÞõáú áóåõãóÇ ÞóæúáÇ ßóÑöíúãÇ ÇáÅÓÑÇÁ 23 “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.Al Isra’ 23Ini adalah larangan yang sifatnya haram. Lalu pada ayat 26 adalah larangan mubadzdzir, dan mubadzdzir adalah haram, bukan cuma makruh æóÁóÇÊö óÇ ÇáúÞõÑúÈóì ÍóÞøóåõ æóÇáúãöÓúßöíäó æóÇÈúäó ÇáÓøóÈöíáö æóáÇó ÊõÈóøöÑú ÊóÈúöíÑÇ ÇáÅÓÑÇÁ 26 “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros”.Al Isra’ 26Pada ayat 31 adalah larangan membunuh anak-anak karena takut miskin æóáÇó ÊóÞúÊõáõæÇ ÃóæúáÇóÏóßõãú ÎóÔúíóÉó ÅöãúáÇóÞò äóÍúäõ äóÑúÒõÞõåõãú æóÅöíøóÇßõãú Åöäøó ÞóÊúáóåõãú ßóÇäó ÎöØúÆÇ ßóÈöíÑÇ ÇáÅÓÑÇÁ 31 “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”.Al Isra’ 31Pada ayat 32 adalah larangan mendekati zina æóáÇó ÊóÞúÑóÈõæÇ ÇáÒøöäóÇ Åöäøóåõ ßóÇäó ÝóÇÍöÔóÉ æóÓóÇÁó ÓóÈöíáÇ ÇáÅÓÑÇÁ 32 “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.Al Isra’ 32Pada ayat 33 adalah larangan membunuh jiwa yang Allah haramkan membunuhnya æóáÇó ÊóÞúÊõáõæÇ ÇáÜäøóÝúÓó ÇáøóÜÊöí ÍóÑøóãó Çááåõ ÅöáÇøó ÈöÇáúÍóÞøö … 33 “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya, melainkan dengan suatu alasan yang benar…”.Al Isra’ 33Larangan memakan harta anak yatim di ayat 34 æóáÇó ÊóÞúÑóÈõæÇ ãóÇáó ÇáúíóÊöíãö ÅöáÇøó ÈöÇáøóÊöí åöíó ÃóÍúÓóäõ ÍóÊøóì íóÈúáõÛó ÃóÔõÏøóåõ æóÃóæúÝõæÇ ÈöÇáúÚóåúÏö Åöäøó ÇáúÚóåúÏó ßóÇäó ãóÓúÆõæáÇ ÇáÅÓÑÇÁ 34 “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik bermanfa`at sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”.Al Isra’ 34Larangan berlaku curang dalam timbangan di ayat 35 æóÃóæúÝõæÇ Çáúßóíúáó ÅöóÇ ßöáúÊõãú æóÒöäõæÇ ÈöÇáúÞöÓúØóÇÓö ÇáúãõÓúÊóÞöíãö óáößó ÎóíúÑñ æóÃóÍúÓóäõ ÊóÃúæöíáÇ ÇáÅÓÑÇÁ 35 “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya”.Al Isra’ 35Larangan taqlid di ayat 36 æóáÇó ÊóÞúÝõ ãóÇ áóíúÓó áóßó Èöåö Úöáúãñ Åöäøó ÇáÓøóãúÚó æóÇáúÈóÕóÑó æóÇáúÝõÄóÇÏó ßõáøõ ÃõæáóÆößó ßóÇäó Úóäúåõ ãóÓúÆõæáÇ ÇáÅÓÑÇÁ 36 “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”.Al Isra’ 36Larangan sombong di ayat 37 æóáÇó ÊóãúÔö Ýöí ÇúáÃóÑúÖö ãóÑóÍÇ Åöäøóßó áóäú ÊóÎúÑöÞó ÇúáÃóÑúÖó æóáóäú ÊóÈúáõÛó ÇáúÌöÈóÇáó ØõæáÇ ÇáÅÓÑÇÁ 37 “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung”.Al Isra’ 37Kemudian ditutup dengan firman Allah subhaanahu wa ta’ala ßõáøõ óáößó ßóÇäó ÓóíøöÆõåõ ÚöäúÏó ÑóÈøößó ãóßúÑõæåÇ ÇáÅÓÑÇÁ 38 “Semua itu kejahatannya amat dibenci makruh di sisi Tuhanmu“.Al Isra’ 38 Makna makruh di sini adalah haram. Jadi makruh dalam istilah Al Quran kadang datang dengan makna haram. Dalam sunnah juga demikian, terkadang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyatakan makruh, namun maknanya haram. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam æóßóÑöåó áóßõãú Þöíáó æóÞóÇáó æóßóËúÑóÉó ÇáÓøõÄóÇáö æóÅöÖóÇÚóÉó ÇáúãóÇáö ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí æ ãÓáã “…Dan dimakruhkan kepadamu Qiila wa Qaala dan banyak bertanya dan membuang-buang harta”. HR. Bukhari dan MuslimIni semua adalah larangan-larangan yang sifatnya haram, namun Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memakai kata-kata makruh. Demikian juga ulama salaf, ketika menyebutkan istilah makruh kadang yang mereka maksudkan haram. Sehingga ulama ushul membuat jalan keluar dengan mengatakan bahwa makruh itu ada dua jenis 1 Makruh littahriim, artinya lafazh yang mengatakan makruh namun maksudnya haram. Contohnya hadits di atas yakni memperbanyak perkataan dan membuang Makruh littanzih, artinya makruh yang bermakna sebaiknya ditinggalkan, dan kalau dikerjakan tidak mengapa. Contohnya sebagaimana yang dicontohkan ulama kita yaitu larangan Rasulullah untuk tidur sebelum shalat Isya dan untuk berbicara ngobrol sesudah shalat Isya. Larangan ini jelas, namun para ulama mengatakan bahwa sifatnya makruh, dimana larangan untuk tidur sebelum shalat Isya karena dikhawatirkan ia tertidur terbangun setelah shubuh dan belum sempat shalat Isya. Demikian pula dilarang untuk bercakap-cakap sesudah shalat ’IsyaÇáÓøãÑ agar tidak melambatkan bangun shalat shubuh. Contoh yang lain adalah larangan makan bawang mentah sebelum masuk masjid. Inipun jelas larangannya, namun kata para ulama larangannya bersifat makruh dan tidak sampai ketika kita membaca perkataan ulama-ulama kita yang mengatakan makruh, maka kita sebenarnya perlu meneliti maksudnya, apakah littahriim atau littanzih. Namun seorang muslim hendaknya menghindarkan diri dari hal-hal yang makruh sekemampuannya. Dan siapa yang memperbanyak mengerjakan yang makruh, maka dikhawatirkan akan terjatuh pada hal yang diharamkan, sebagaimana telah dibahas dalam hadits ke-6 dari Al Arba’in An Nawawiyah, Rasulullah bersabda æó ãóäú æóÞóÚó Ýíö ÇáÔøõÈõåóÇÊö æóÞóÚó Ýíö ÇáúÍóÑóÇãö … ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí æ ãÓáã “Siapa yang terjatuh kepada perkara dalam syubhat maka ia akan terjatuh ke dalam perkara haram…”. HR. Bukhari dan MuslimDimana salah satu tafsiran syubhat adalah perkara makruh. Sehingga kalau yang makruh saja sudah dianggap biasa maka suatu waktu juga akan menyerempet kepada yang haram. Karenanya seorang muslim hendaknya menjauhi hal yang makruh sekemampuannya untuk menambah derajatnya di sisi Allah , sebagaimana seorang muslim mengerjakan perintah-perintah yang sunnah untuk mengangkat derajatnya di sisi Allah subhaanahu wa ta’ala. Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah melakukan yang haram maupun yang makruh. Demikian pula para shahabat radhiyallahu anhu, hampir dapat dikatakan bahwa kebanyakan shahabat hanya mengetahui hal-hal halal dan haram saja. Apabila ada suatu perintah maka langsung mereka kerjakan tanpa mempertanyakan apakah sunnah atau wajib, demikian pula suatu larangan langsung mereka tinggalkan tanpa banyak bertanya apakah haram atau telah disebutkan bahwa suatu larangan mesti ditinggalkan secara mutlak, kecuali dalam keadaan darurat, sebagaimana kaidah ÇáÖøóÑõæúÑóÇÊõ ÊõÈöíúÍõ ÇáúãóÍúÙõæúÑóÇÊö “Hal yang darurat menjadikan hal yang dilarang itu menjadi boleh”Namun jangan kaidah ini saja yang kita sebutkan, tapi hendaknya kita juga mengingat kaidah lain bahwa ÇáÖøóÑõæúÑóÉõ ÊõÞóÏøóÑõ ÈöÞóÏóÑöåóÇ “Darurat itu ada kadarnya/batasannya”.Contohnya Seorang yang sangat lapar dan kalau dia tidak makan dikhawatirkan dia bisa mati, maka pada saat itu kita memakai kaidah ÇáÖøóÑõæúÑóÇÊõ ÊõÈöíúÍõ ÇáúãóÍúÙõæúÑóÇÊö darurat menjadikan hal yang dilarang menjadi boleh, sehingga para ulama membolehkan memakan babi dalam keadaan seperti itu. Tetapi hal yang darurat tersebut ada kadarnya, artinya batasannya hanya sekedar untuk menyelamatkan nyawanya, dan tidak boleh lebih dari itu. Namun dalam hal lain, misalnya larangan zina, tidak dikatakan sepotong saja ditinggalkan, tapi semuanya mesti ditinggalkan. Jadi untuk larangan tidak ada istilah sedikit saja dikerjakan, tapi kita mesti berhenti dari hal tersebut secara mutlak. æóãóÇ ÃóãóÑú Êõßõãú Èöåö ÝóÃúÊÜõæúÇ ãöäúåõ ãóÇÇÓúÜÊóØóÚúÜÊõãú … “Apa-apa yang telah aku perintahkan kepadamu maka kerjakanlah sekemampuanmu”. Perintah ada dua macam 1. Sifatnya wajib. Ulama ushul mendefinisikan wajib sebagai ãóÇ íõËóÇÈõ Úóáóí ÝöÚúáöåö Ç ãúÊöËóÇáÇ æó íõÚóÇÞóÈõ Úóáóí ÊóÑúßöåö“Apa-apa yang diberikan pahala ketika mengerjakannya dengan niat mengamalkan perintah Allah dan Rasul-Nya dan mendapatkan dosa ketika ditinggalkan”.Jadi meskipun mengerjakan suatu hal yang wajib tetapi tidak dengan niat mengamalkan perintah Allah dan RasulNya maka tidak mendapatkan pahala. Sebagai contoh, seorang yang berjenggot bukan untuk niat mengamalkan perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tetapi sekedar mengikuti mode, maka tidak akan mendapatkan Sifatnya sunnah. Ulama ushul mendefinisikan sunnah sebagai ãóÇ íõËóÇÈõ Úóáóí ÝöÚúáöåö ÇãúÊöËóÇáÇ æóáÇó íõÚóÇÞóÈõ Úóáóí ÊóÑúßöåö“Apa-apa yang diberikan pahala ketika mengerjakannya dengan niat mengamalkan perintah Allah dan Rasul-Nya dan tidak mendapatkan dosa bagi yang meninggalkannya”Hendaknya seorang muslim memperhatikan amalan-amalan sunnah, untuk lebih mengangkat derajatnya di sisi Allah shallallahu alaihi wa sallam. Apalagi fungsi sunnah adalah untuk menambah kekurangan yang ada pada yang amalan wajib, sementara kita senantiasa melakukan kekurangan-kekurangan dalam amalan wajib kita, karena itu kekurangan tersebut perlu disempurnakan dengan amalan-amalan dari ãÇ Ç ÓÊØÚÊã”” adalah bolehnya kita mengerjakan sebagian dari rukun-rukun suatu amalan ibadah atau wajib dari suatu amalan ibadah. Misalnya, shalat adalah suatu ibadah yang terdiri dari rukun dan wajib. Berdiri adalah salah satu rukun dalam shalat, sehingga seorang yang mampu untuk berdiri maka wajib berdiri. Tetapi bila ia tidak mampu berdiri maka tidak dikatakan bahwa telah hilang baginya hukum shalat, namun tetap diperintahkan sekemampuannya. Misalnya juga shalat jama’ah adalah wajib, namun orang yang mempunyai udzur tidaklah hilang sama sekali hukum shalat baginya, namun dikerjakan sekemampuannya, kalau tidak dapat berjama’ah di masjid maka ia mengerjakannya di rumahnya. Contoh lain, berwudhu sebelum shalat adalah wajib, namun jika air yang tersedia sedikit tidak mencukupi, maka ia berwudhu dengan air yang ada dan adapun sisa anggota tubuh yang belum terkena air bisa dengan tayammum. Demikian pula seseorang yang mau mengeluarkan zakat fithri, maka yang mesti dikeluarkan adalah sebesar satu sha’ bagi orang yang memiliki kelebihan makanan, namun bagi orang yang memiliki kelebihan makanan kurang dari satu sha’ maka ia mengeluarkan sekemampuannya. Hal ini sebagaimana kaidah ãóÇ áÇó íõÏúÑóßõ ßõáøõåõ áÇó íõÊúÑóßõ ßõáøõåõ “Apa-apa yang tidak bisa diambil semuanya, maka tidak ditinggalkan semuanya”. Atau ãóÇ áÇó íõÏúÑóßõ ßõáøõåõ áÇó íõÊúÑóßõ Ìõáøõåõ “Apa-apa yang tidak bisa diambil semuanya, maka tidak ditinggalkan sebagian besarnya”. Hal tersebut di atas berbeda dengan larangan, yang mesti ditinggalkan sama sekali secara mutlak. Misalnya, seorang yang tidak mampu meninggalkan musik secara keseluruhan, maka tidaklah dikatakan kepadanya untuk meninggalkan musik sebagian saja, atau seorang yang tidak dapat meninggalkan minum khamar sebotol maka tidaklah dikatakan kepadanya untuk minum segelas saja, tetapi mesti ditinggalkan semuanya. Namun kaidah di atas pun tidak secara mutlak digunakan. Misalnya, seorang yang sakit yang tidak sanggup berpuasa sehari penuh, maka tidak dikatakan boleh berpuasa setengah hari. Namun bagi yang tidak sanggup, hilang baginya kewajiban puasa dan harus mengqadha di waktu yang lain. Jadi ada perintah yang dikerjakan sekemampuannya dan ada juga perintah yang ketika kita tidak sanggup maka hilanglah kewajiban darinya. Mengapa kita mesti mengerjakan apa-apa yang diperintahkan sekemampuan kita dan meninggalkan secara mutlak apa-apa yang dilarang, karena jangan sampai kita melakukan sebagaimana yang pernah dilakukan ummat-ummat sebelum kita, yang mana bila datang suatu perintah atau larangan, maka mereka diskusikan terlebih dahulu atau mereka menunda-nunda suatu amalan, sehingga suatu saat ketika kewajiban sudah sampai kepadanya, maka mereka menunda-nundanya dan akhirnya meninggalkannya tidak mengerjakan perintah atau tidak meninggalkan larangan tersebut. ÝóÅöäøóãóÇ Ãóåúáóßó Çáøóöíúäó ãöäú ÞóÈúáößõãú ßóËúÑóÉõ ãóÓóÇÆöáöåöãú æóÇÎúÜÊöáÇóÝõåõãú Úóáìó ÃóäúÈöÜíóÇÆöåöãú … “Bahwasanya celakanya orang-orang sebelum kalian hanya karena banyaknya pertanyaan-pertanyaan mereka dan perselisihan mereka terhadap Nabi-Nabi mereka””.Secara umum, ummat Islam adalah ummat yang sempurna. Agama Islam adalah agama yang sempurna. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah nabi yang terakhir dan untuk seluruh ummat, yang menyempurnakan apa yang kurang dari ajaran-ajaran terdahulu. Sehingga tidak dibutuhkan lagi ajaran-ajaran di luar Islam. Bila ada suatu kebaikan pada ummat terdahulu, maka itupun sudah ada dalam Islam. Maka tidak boleh dikatakan bahwa untuk masalah ini kita ambil dari Nashrani, masalah ini diambil dari Yahudi, dan selebihnya diambil dari Islam. Sama halnya jika kita mengatakan bahwa manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan sempurna, serta tidak butuh lagi dari yang lainnya. Makanya salah bagi seorang yang berprinsip aqidahnya aqidah salaf, ibadahnya ibadah shufi, akhlaqnya akhlaq sunni, da’wahnya da’wah ini dan seterusnya, karena ßõáøõ ÎóíúÑò Ýöí ÇÊøöÜÈóÇÚö ãóäú ÓóáóÝó æó ßõáøõ ÔóÑøò Ýöí ÇÈúÊöÏóÇÚö ãóäú ÎóáóÝó “Setiap kebaikan ada dalam mengikuti salaf dan setiap keburukan adalah bid’ah yang dilakukan oleh orang-orang sesudahnya”. Islam telah sempurna, karena itulah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam banyak melarang kita untuk mengikuti apa-apa yang ada pada ummat-ummat lainnya. Apabila Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengatakan “jangan mengikuti” maka berarti ummat-ummat terdahulu itu telah salah dalam mengamalkan ajaran mereka. Bukan berarti bahwa semua yang ada pada ummat terdahulu itu salah sehingga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang kita untuk tasyabbuh kepada mereka, namun apa yang baik sudah ada dalam Islam, sehingga ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang mengikuti ummat terdahulu maksudnya mengikuti yang tidak baik pada mereka yang dilarang pada ummat ini. Larangan tasyabbuh termasuk dalam maqaashid asy syari’ah maksud dari turunnya syari’at, karena itu kita mesti menjauhinya, walaupun kita tidak meniatkan untuk tasyabbuh, sebab itu telah jatuh kepada larangan. Misalnya, ada orang yang melakukan suatu amalan Yahudi, yangmana dia sebenarnya tidak meniatkan melakukan amalan tersebut untuk tasyabbuh kepada Yahudi, namun dia telah terjatuh pada larangan. Atau misalnya model rambut yang menyerupai kaum kuffar dan adalah produk mereka, maka walaupun tidak berniat untuk mengikuti orang kuffar, namun orang yang melakukannya tetap telah terjatuh dalam tasyabbuh dan melanggar maqashid asy syari’ah. Larangan tasyabbuh sangat banyak sekali disebutkan baik dalam Al Quran maupun As Sunnah. Allah subhaanahu wa ta’ala menyebutkan dalam Al Quran banyak sifat Yahudi dan Nashrani untuk kita tinggalkan. Bahkan surat pertama yang dibaca dalam mushhaf menjelaskan bagaimana kita diperintahkan untuk senantiasa berdo’a agar berbeda dengan Yahudi dan Nashrani. Firman Allah subhaanahu wa ta’ala ÇåúÏöäóÇ ÇáÕøöÑóÇØó ÇáúãõÓúÊóÞöíãó . ÕöÑóÇØó Çáøóöíäó ÃóäúÚóãúÊó Úóáóíúåöãú ÛóíúÑö ÇáúãóÛúÖõæÈö Úóáóíúåöãú æóáÇó ÇáÖøóÇáøöíäó ÇáÝÇÊÍÉ 6-7 “Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka; bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat”.Al Fatihah 6 – 7“ ÇáúãóÛúÖõæúÈö Úóáóíúåöãú ” adalah orang Yahudi, dan “ ÇáÖøóÇáøöíúäó ” adalah orang Nashrani. Kita diperintahkan untuk membaca ayat ini minimal 17 kali sehari-semalam, dan ini menunjukkan pentingnya untuk kita tidak bertasyabbuh kepada mereka. Dan larangan tasyabbuh dalam hadits lebih banyak lagi, baik secara global mujmal maupun secara rinci mufashshal. Yang mujmal, misalnya sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad yang hasan ãóäú ÊóÔóÈøóåó ÈöÞóæúãò Ýóåõæó ãöäúåõãú ÑæÇå ÃÈæ ÏÇæÏ æ ÃÍãÏ “Barangsiapa yang tasyabbuh menyerupai dengan suatu kaum, maka dia sama dengan kaum tersebut”. HR. Abu Dawud dan Ahmad Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda áóÜÊóÊøóÈöÚõäøó Óóäóäó Çáøóöíäó ãöäú ÞóÈúáößõãú ÔöÈúÑÇ ÈöÔöÈúÑò æóöÑóÇÚÇ ÈööÑóÇÚò ÍóÊøóì áóæú ÏóÎóáõæÇ Ýöí ÌõÍúÑö ÖóÈøò áÇóÊøóÜÈóÚúÊõãõæåõãú ¡ ÞõáúäóÇ íóÇ ÑóÓõæáó Çááåö ÂáúíóåõæÏó æóÇáäøóÕóÇÑóì ¿ ÞóÇáó Ýóãóäú ! ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí æ ãÓáã “Sungguh-sungguh kalian akan mengikuti tatacara hidup orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampai walaupun mereka masuk ke lubang biawak, kalian juga mengikuti mereka”. Lalu shahabat bertanya “Apakah Yahudi dan Nashrani ya Rasulullah ?”. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab “Siapa lagi ?”. HR. Bukhari dan Muslim Dan larangan tasyabbuh secara khusus yakni misalnya sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ÎóÇáöÝõæÇ ÇáúíóåõæÏó ÝóÅöäøóåõãú áÇó íõÕóáøõæäó Ýöí äöÚóÇáöåöãú æóáÇó ÎöÝóÇÝöåöãú ÑæÇå ÃÈæ ÏÇæÏ “Berbedalah dengan Yahudi karena sesungguhnya mereka itu tidak sholat dengan memakai sandal dan sepatu”. HR. Abu DawudOrang Yahudi tidak mau shalat memakai sandal, padahal itu disyari’atkan, tentu saja dalam kondisi yang memungkinkan, seperti shalat di padang atau di tanah. Demikian juga dalam masalah jenggot Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda ÌõÒøõæÇ ÇáÔøóæóÇÑöÈó æóÃóÑúÎõæÇ ÇááøöÍóì ÎóÇáöÝõæÇ ÇáúãóÌõæÓó ãÓáã “Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot berbedalah dengan orang Majusi”. HR. MuslimHadits ini juga adalah larangan tasyabbuh secara khusus. Untuk mengetahui secara rinci mengenai masalah tasyabbuh dapat dibaca buku yang ditulis oleh Syaikh bin Abdul Karim Al-Aql ÍÝÙå Çááå berjudul “Tasyabbuh”, dan yang menjadi rujukan utama dalam masalah tasyabbuh adalah buku “Iqtidha` Ash-Shirathil Mustaqiim Mukhaalafata Ashhaabil Jahiim” Konsekuensi mengikuti Jalan yang Lurus adalah Menyelisihi Penghuni Neraka karangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ÑÍãå hadits ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan dua perkara diantara perkara-perkara yang menyebabkan binasanya ummat-ummat terdahulu. Kedua perkara tersebut adalah “ banyaknya pertanyaan-pertanyaan mereka” dan “perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka”. Banyak Bertanya ßËÑÉ ãÓÇÆáåã Pada pembahasan hadits ke-2 Al Arba’in An Nawiyah dibahas tentang disyari’atkannya bertanya bagi thalabul ilmi dan perintah untuk bertanya dan ia adalah kunci dari ilmu. Namun pertanyaan yang dimaksud dalam hadits tersebut tidak sebagaimana yang dimaksud Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada hadits ini. Sababul wurud hadits ini dapat menjelaskan tentang jenis-jenis pertanyaan yang dilarang. Jenis-jenis pertanyaan yang dilarang adalah 1. Bertanya terhadap hal-hal yang didiamkan oleh syari’at. Mungkin kita ingin mengetahui hikmahnya atau selainnya, namun jika didiamkan maka hendaknya kita juga mendiamkannya. Karena boleh jadi pertanyaan itu justru menyulitkan kita. Sebagaimana sababul wurud hadits ini, dan inilah makna firman Allah subhaanahu wa ta’ala íóÇÃóíøõåóÇ Çáøóöíäó ÁóÇãóäõæÇ áÇó ÊóÓúÃóáõæÇ Úóäú ÃóÔúíóÇÁó Åöäú ÊõÈúÏó áóßõãú ÊóÓõÄúßõãú æóÅöäú ÊóÓúÃóáõæÇ ÚóäúåóÇ Íöíäó íõäóÒøóáõ ÇáúÞõÑúÁóÇäõ ÊõÈúÏó áóßõãú ÚóÝóÇ Çááåõ ÚóäúåóÇ æóÇááåõ ÛóÝõæÑñ Íóáöíãñ ÇáãÇÆÏÉ 101 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur’an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah mema`afkan kamu tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”. Diamnya syari’at baik dari Allah subhaanahu wa ta’ala maupun Rasul-Nya, bukanlah karena lupa, namun karena rahmat kepada kita. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam …æóÓóßóÊó Úóäú ÃóÔúíóÇÁó ÑóÍúãóÉ áóßõãú ÛóíúÑó äöÓúíóÇäò ÝóáÇó ÊóÈúÍóËõæÇ ÚóäúåóÇ ÑæÇå ÇáÏÇÑÞØäí æ ÛíÑå “Dan Allah telah mendiamkan beberapa perkara karena rahmat kepada kalian, bukan karena lupa, maka janganlah kalian membahasnya”HR. Ad Daaraquthni dan selainnya. Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda Åöäøó ÃóÚúÙóãó ÇáúãõÓúáöãöíäó Ýöí ÇáúãõÓúáöãöíäó ÌõÑúãÇ ãóäú ÓóÃóáó Úóäú ÔóíúÁò áóãú íõÍóÑøóãú Úóáóì ÇáúãõÓúáöãöíäó ÝóÍõÑøöãó Úóáóíúåöãú ãöäú ÃóÌúáö ãóÓúÃóáóÊöåö ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí æ ãÓáã æ ááÝÙ áãÓáã “Orang muslim yang paling berdosa kepada muslim yang lainnya adalah siapa yang bertanya tentang suatu masalah yang sebenarnya tidak/belum diharamkan kepada kaum muslimin, setelah ia bertanya maka diharamkan akibat pertanyaannya”.HR. Bukhari dan Muslim. Jadi orang seperti ini berdosa kepada orang muslim yang lain karena ia adalah penyebab hukum yang menyulitkan orang muslim yang lain itu. Karena itu diamnya Allah dan Rasul-Nya terhadap suatu masalah bukanlah karena lupa, tapi karena hikmah dan rahmat-Nya kepada kita. Namun bagaimana dengan keadaan kita saat sekarang ?. Misalnya, seseorang mengatakan, “Tidak usah kita bertanya bagaimana hukumnya ini dan itu, apa hukumnya musik, sebab jika nanti dikatakan haram, maka sulit bagi kita meninggalkannya”. Apakah hal ini juga termasuk dalam bertanya yang dilarang ?. Imam Nawawi dan Imam Ibnu Hajar Al Asqalani ÑÍãåãÇ Çááå mengatakan bahwa larangan bertanya yang seperti ini berlaku ketika wahyu masih turun. Karena wahyu belum sempurna, dan tidak boleh bertanya karena hukum masih dapat berubah pada saat itu, yang mungkin awalnya halal kemudian karena pertanyaan dapat saja berubah menjadi haram. Namun ketika wahyu telah sempurna, kata Imam Ibnu Hajar ÑÍãå Çááå, maka wajib kita bertanya tentang hukum-hukum apabila kita ingin mengerjakan sesuatu. Misalnya apabila seseorang ingin menabung di bank-bank riba, dia harus menanyakan dahulu apa hukumnya, tidak boleh dikatakan, “Tidak usah bertanya apa hukumnya menabung di bank, karena nanti dikatakan haram, sehingga kita tidak boleh menabung”, namun hal seperti ini mesti ditanyakan. Apa saja masalah-masalah yang belum kita ketahui hukumnya maka kita perlu menanyakannya. Tetapi ada saja masalah-masalah yang tidak berkaitan dengan halal dan haram sehingga tidak perlu ditanyakan. Seperti halnya dalam urusan dunia kita saat sekarang ini; misalnya salah seorang ustadz kita mengatakan, “Ada tugas, wajib kalian menghafal ini.” Pekan berikutnya ketika waktunya tiba untuk mengecek hafalan, beliau tidak mengeceknya. Mungkin ada yang tidak menghafal tugas, dan beliau sebenarnya telah mengetahuinya, karena itu beliau sengaja tidak mengecek hafalan. Lalu ada yang bertanya dengan maksud mengingatkan ustadz, “Ada hafalan?”, maka ini pertanyaan yang menyulitkan bagi yang lainnya. Tapi itu ketika kita yakin bahwa beliau ingat dan ditinggalkan karena “rahmat bagi kita”. Tetapi jika kita yakin bahwa beliau benar-benar lupa akan adanya kewajiban itu, maka tidak apa-apa bertanya untuk mengingatkan. Ala kulli haal, kadang hal ini masih bisa kita praktekkan juga dalam masalah kehidupan kita sehari-hari, jangan sampai kita bertanya hal-hal yang justru menyulitkan kita. 2. Bertanya terhadap hal-hal yang tidak ada manfaatnya. Sebagaimana orang-orang Badui yangmana mereka kurang beradab dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah nabi yang mulia yang Allah subhaanahu wa ta’ala turunkan untuk menjelaskan halal dan haram, tapi mereka datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan pertanyaan yang tidak bermanfaat. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Úóäú ÃóÈöí ãõæÓóì ÞóÇáó ÓõÆöáó ÇáäøóÈöíøõ Úóäú ÃóÔúíóÇÁó ßóÑöåóåóÇ ÝóáóãøóÇ ÃõßúËöÑó Úóáóíúåö ÛóÖöÈó Ëõãøó ÞóÇáó áöáäøóÇÓö Óóáõæäöí Úóãøó ÔöÆúÊõãú ¡ ÝóÞóÇáó ÑóÌõáñ ãóäú ÃóÈöí ¿ ÞóÇáó ÃóÈõæßó ÍõóÇÝóÉõ ¡ ÝóÞóÇãó ÂÎóÑõ ÝóÞóÇáó ãóäú ÃóÈöí íóÇ ÑóÓõæáó Çááåö ¿ ÞóÇáó ÃóÈõæßó ÓóÇáöãñ ãóæúáóì ÔóíúÈóÉó ¡ ÝóáóãøóÇ ÑóÃóì ÚõãóÑõ ãóÇ Ýöí æóÌúåö ÑóÓõæáö Çááåö ãöäó ÇáúÛóÖóÈö ÞóÇáó íóÇ ÑóÓõæáó Çááåö ÅöäøóÇ äóÊõæÈõ Åöáóì Çááåö ÑæÇå ãÓáã “Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu anhu berkata Nabi shallallahu alaihi wa sallam ditanya tentang beberapa hal yang beliau tidak menyukainya, ketika telah banyak ditanyakan beliau marah kemudian berkata kepada manusia “Bertanyalah kepadaku apa yang kalian inginkan”. Maka berkata seorang laki-laki “Siapa bapakku ?”. Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab “Bapakmu Hudzafah”. Kemudian berdiri yang lain dan berkata “Siapa bapakku, ya Rasulullah ?”. Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab “Bapakmu Saalim maula Syaibah”. Maka ketika Umar melihat perubahan di wajah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam karena marah, beliau berkata “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami bertaubat kepada Allah”. HR. Muslim Bahkan dalam riwayat yang lain dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu disebutkan bahwa sampai-sampai Umar radhiyallahu anhu berlutut mendengarkan pertanyaan-pertanyaan mereka, kemudian berkata ÑóÖöíúäóÇ ÈöÇááåö ÑóÈøÇ æóÈöÇúáÅöÓúáÇóãö ÏöíäÇ æóÈöãõÍóãøóÏò Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó äóÈöíøÇ ÝóÓóßóÊó ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí æ ãÓáã “Kami ridha dengan Allah menjadi Rabb kami, Islam menjadi agama kami, dan Muhammad menjadi nabi kami, kemudian beliau diam”.HR. Bukhari dan MuslimDan sampai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga berubah wajahnya karena marah ketika ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Di sini ada suatu pelajaran bahwa ketika ada seorang alim bersama kita maka janganlah kita menanyakan masalah-masalah duniawi, karena ia juga tidak tahu secara baik masalah-masalah itu. Namun manfaatkanlah ilmunya mengenai ad-diin, dan tanyakanlah masalah-masalah ad-diin kepadanya. Karena kadang ada seseorang dimana sudah ada seorang alim di dekatnya, namun hanya masalah-masalah dunia saja yang dibicarakannya, akhirnya hilanglah waktunya namun tidak ada manfaat ad-diin yang diambilnya. Jadi hendaknya kita bertanya dengan pertanyaan yang bermanfaat yang dibutuhkan untuk dunia dan pertanyaan yang tidak bermanfaat adalah pertanyaan yang tidak melahirkan amalan dan kalau kita jahil mengenai hal tersebut maka tidak mengapa. Misalnya pertanyaan “Berapa jumlah bintang di langit ?”, atau “Nama-nama Ash-habul Kahfi atau nama anjingnya”, dan sebaginya. Hal-hal seperti ini meskipun orang tahu semuanya, tidak akan menambah aqidah dan amalan kita, dan memang kita tidak pernah diperintahkan untuk membahasnya. Dan pertanyaan seperti ini adalah pertanyaan yang tidak bermanfaat dan membuang-buang waktu saja. 3. Pertanyaan sekedar untuk istihza’ mengejek atau sekedar untuk menyulitkan saja, atau untuk berbantahan/berdebat. Pertanyaan seperti ini pun dilarang. Dan ulama kita mencontohkan dalam masalah ini sama dengan pertanyaan orang Badui di atas point ke-2, karena mereka bertanya juga terkadang untuk istihza’ kepada Nabi , sebagaimana disebutkan dalam hadits Úóäö ÇÈúäö ÚóÈøóÇÓò ÑóÖöí Çááåõ ÚóäúåãÇ ÞóÇáó ßóÇäó Þóæúãñ íóÓúÃóáõæäó ÑóÓõæáó Çááåö ÇÓúÊöåúÒóÇÁ ÝóíóÞõæáõ ÇáÑøóÌõáõ ãóäú ÃóÈöí ¿ æóíóÞõæáõ ÇáÑøóÌõáõ ÊóÖöáøõ äóÇÞóÊõåõ Ãóíúäó äóÇÞóÊöí ¿ ÝóÃóäúÒóáó Çááåõ Ýöíåöãú åóöåö ÇúáÂíóÉó íóÇ ÃóíøõåóÇ Çáøóöíäó ÂãóäõæÇ áóÇ ÊóÓúÃóáõæÇ Úóäú ÃóÔúíóÇÁó Åöäú ÊõÈúÏó áóßõãú ÊóÓõÄúßõãú ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí “Dari Ibnu Abbas berkata Adalah suatu kaum bertanya kepada Rasulullah untuk istihza’ mengejek kepada beliau , maka berkata seorang laki-laki “Siapa bapakku ?”, dan berkata seorang laki-laki yang hilang untanya “Dimana untaku?”. Maka Allah menurunkan kepada mereka firman-Nya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu QS. 5 101”. HR. BukhariDemikian juga termasuk pertanyaan yang dilarang adalah pertanyaan yang sekedar untuk mendebat saja, dimana kadang ia telah tahu jawabannya, tapi ia hanya ingin menampakkan dirinya lebih tahu daripada yang ditanya atau untuk sekedar berdiskusi saja. Diriwayatkan dari perkataan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu bahwa akan ada fitnah di akhir zaman, lalu ketika Umar radhiyallahu anhu menanyakan kapan itu terjadi, maka beliau radhiyallahu anhu berkata “Apabila seseorang yang bertafaqquh fii Ad Din bukan untuk Ad Din, berilmu bukan untuk beramal, dan menuntut dunia bukan menuntut akhirat” 4. Pertanyaan tentang masalah-masalah yang belum terjadi dan mustahil/sangat kecil kemungkinan akan terjadi. Banyak diantara para shahabat ketika ditanya tentang suatu masalah, mereka bertanya terlebih dahulu apakah masalah tersebut telah terjadi atau belum, kalau belum, maka mereka menyuruh untuk menunda pertanyaan tersebut sampai terjadinya. Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu anhu, beliau berkata “Janganlah kalian bertanya tentang sesuatu yang belum terjadi, karena sesungguhnya saya mendengar Umar radhiyallahu anhu melaknat penanya yang bertanya tentang sesuatu yang belum terjadi” Demikian pula Zaid bin Tsabit ketika beliau ditanya tentang sesuatu, maka beliau radhiyallahu anhu berkata “Apakah ini sudah terjadi ?”, maka apabila dikatakan belum terjadi, maka beliau radhiyallahu anhu berkata “Tinggalkanlah sampai terjadinya” . Hal yang serupa diriwayatkan pula dari sahabat yang lain seperti Ubay bin Ka’ab radhiyallahu anhu, Ammar radhiyallahu anhu dan yang lainnya. Kadang kita mendengar ada orang yang datang dengan permasalahan yang ia buat-buat sendiri atau ia ingin membuat persoalan yang tidak bisa dijawab dan belum pernah terjadi, bahkan mungkin saja tidak akan terjadi. Maka orang yang demikian adalah ahlur-ra’yi, dan ini adalah hal yang dilarang. Jadi hampir semua shahabat menunda jawaban ketika pertanyaan itu mengenai sesuatu yang belum terjadi, kecuali kalau pertanyaan mengenai sesuatu yang akan terjadi dan pasti terjadi. Sebagaimana para shahabat pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengenai hal yang belum terjadi tetapi akanpasti terjadi sebagaimana yang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam khabarkan. Misalnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda “Akan datang kepadamu suatu zaman dimana pemerintah akan berbuat zhalim, mengambil hartamu, hanya menuntut hak-haknya saja dan tidak memberikan hak-hak kepadamu”. Maka para shahabat bertanya “Bagaimana sikap kami terhadap pemerintah seperti itu ?”. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Jangan keluar dari pemerintahannya selama ia masih menegakkan shalat”. Jadi para shahabat dibolehkan menanyakan hal tersebut karena ia hal yang pasti terjadi, disebabkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang mengabarkannya. Jadi boleh bertanya mengenai apa yang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam khabarkan, misalnya seperti khabar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengenai tanda-tanda hari kiamat, akan datangnya Dajjal dan sebagainya. 5. Pertanyaan mengenai masalah yang telah jelas lalu kita tanyakan sehingga menyulitkan diri sendiri. Orang yang bertanya dengan pertanyaan seperti ini adalah orang yang ghuluw dan tasyaddud. Sebagaimana kisah Bani Israil ketika diperintahkan menyembelih sapi betina. Allah subhaanahu wa ta’ala memerintahkan mereka untuk menyembelih sapi betina, apa saja warnanya, umur berapa saja, dan tidak ada batasan-batasannya. Tapi mereka bertanya yang akhirnya menyulitkan diri mereka sendiri. Kisah mereka disebutkan dalam surah Al Baqarah 67 – 71 æóÅöú ÞóÇáó ãõæÓóì áöÞóæúãöåö Åöäøó Çááåó íóÃúãõÑõßõãú Ãóäú ÊóúÈóÍõæÇ ÈóÞóÑóÉ ÞóÇáõæÇ ÃóÊóÊøóÎöõäóÇ åõÒõæÇ ÞóÇáó ÃóÚõæõ ÈöÇááåö Ãóäú Ãóßõæäó ãöäó ÇáúÌóÇåöáöíäó . ÞóÇáõæÇ ÇÏúÚõ áóäóÇ ÑóÈøóßó íõÈóíøöäú áóäóÇ ãóÇ åöíó ÞóÇáó Åöäøóåõ íóÞõæáõ ÅöäøóåóÇ ÈóÞóÑóÉñ áÇó ÝóÇÑöÖñ æóáÇó ÈößúÑñ ÚóæóÇäñ Èóíúäó óáößó ÝóÇÝúÚóáõæÇ ãóÇ ÊõÄúãóÑõæäó . ÞóÇáõæÇ ÇÏúÚõ áóäóÇ ÑóÈøóßó íõÈóíøöäú áóäóÇ ãóÇ áóæúäõåóÇ ÞóÇáó Åöäøóåõ íóÞõæáõ ÅöäøóåóÇ ÈóÞóÑóÉñ ÕóÝúÑóÇÁõ ÝóÇÞöÚñ áóæúäõåóÇ ÊóÓõÑøõ ÇáäøóÇÙöÑöíäó . ÞóÇáõæÇ ÇÏúÚõ áóäóÇ ÑóÈøóßó íõÈóíøöäú áóäóÇ ãóÇ åöíó Åöäøó ÇáúÈóÞóÑó ÊóÔóÇÈóåó ÚóáóíúäóÇ æóÅöäøóÇ Åöäú ÔóÇÁó Çááåõ áóãõåúÊóÏõæäó . ÞóÇáó Åöäøóåõ íóÞõæáõ ÅöäøóåóÇ ÈóÞóÑóÉñ áÇó óáõæáñ ÊõËöíÑõ ÇúáÃóÑúÖó æóáÇó ÊóÓúÞöí ÇáúÍóÑúËó ãõÓóáøóãóÉñ áÇó ÔöíóÉó ÝöíåóÇ ÞóÇáõæÇ ÇúáÂäó ÌöÆúÊó ÈöÇáúÍóÞøö ÝóóÈóÍõæåóÇ æóãóÇ ßóÇÏõæÇ íóÝúÚóáõæäó ÇáÈÞÑÉ 67-71 “Dan ingatlah, ketika Musa berkata kepada kaumnya “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa menjawab “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”. Mereka menjawab “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu.” Musa menjawab “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”. Mereka berkata “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya”. Musa menjawab “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.” Mereka berkata “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu masih samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk untuk memperoleh sapi itu.” Musa berkata “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.” Mereka berkata “Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya”. Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu”.Al Baqarah 67 – 71Dalam ayat disebutkan bahwa hampir saja mereka tidak menyembelihnya, akibat mereka menyulitkan diri mereka sendiri, sehingga begitu sulitnya mereka mencari sapi betina yang disebutkan sifat-sifatnya oleh Allah subhaanahu wa ta’ala, padahal tadinya begitu mudah. Karena itu ketika diperintahkan mengerjakan sesuatu maka kerjakanlah itu saja, itu berarti diberikan kemutlakan, dan tidak usah menanyakan untuk merinci hal-hal yang akan menyulitkan diri kita sendiri. 6. Pertanyaan akan hal-hal yang mutasyaabih dan terhadap hal-hal yang ghoib. Sebagaimana dalam firman Allah subhaanahu wa ta’ala åõæó Çáøóöí ÃóäúÒóáó Úóáóíúßó ÇáúßöÊóÇÈó ãöäúåõ ÁóÇíóÇÊñ ãõÍúßóãóÇÊñ åõäøó Ãõãøõ ÇáúßöÊóÇÈö æóÃõÎóÑõ ãõÊóÔóÇÈöåóÇÊñ ÝóÃóãøóÇ Çáøóöíäó Ýöí ÞõáõæÈöåöãú ÒóíúÛñ ÝóíóÊøóÈöÚõæäó ãóÇ ÊóÔóÇÈóåó ãöäúåõ ÇÈúÊöÛóÇÁó ÇáúÝöÊúäóÉö æóÇÈúÊöÛóÇÁó ÊóÃúæöíúáöåö æóãóÇ íóÚúáóãõ ÊóÃúæöíúáóåõ ÅöáÇøó Çááåõ æóÇáÑøóÇÓöÎõæäó Ýöí ÇáúÚöáúãö íóÞõæáõæäó ÁóÇãóäøóÇ Èöåö ßõáøñ ãöäú ÚöäúÏö ÑóÈøöäóÇ æóãóÇ íóøóßøóÑõ ÅöáÇøó Ãõæáõæ ÇúáÃóáúÈóÇÈö Âá ÚãÑÇä 7“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab Al Qur’an kepada kamu. Di antara isi nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain ayat-ayat mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran daripadanya melainkan orang-orang yang berakal”.Ali Imran 7 Pertanyaan seperti inilah yang Allah subhaanahu wa ta’ala melarang kita untuk membahasnya. Dan termasuk pertanyaan yang dilarang adalah pertanyaan tentang kaifiyat hal-hal yang ghaib yang hanya Allah subhaanahu wa ta’ala saja yang mengetahuinya, seperti pertanyaan tentang kaifiyat tata cara bagaimana Allah subhaanahu wa ta’ala beristiwa’, maka itu semua dilarang. Makanya ketika datang seorang laki-laki kepada Imam Malik ÑÍãå Çááå dan bertanya “Bagaimana Allah beristiwa’?”, maka beliau menjawab ÇáÅöÓúÜÊóæóÇÁõ ãóÚúÜáõæúãñ æóÇáúßóíúÝõ ãóÌúåõæúáñ æó ÇáÓøõÄóÇáõ Úóäúåõ ÈöÏúÚóÉñ æóáÇó ÃóÑóÇßó ÅöáÇøóÕóÇÍöÈó ÇáúÈöÏúÚóÉö “Makna istiwa’ sudah jelas, dan pertanyaan tentang bagaimana Allah beristiwa’ itu tidak dikenal oleh orang-orang terdahulu dan pertanyaan tentangnya adalah bid’ah, dan saya tidak melihat kamu melainkan seorang ahli bid’ah”.Maka Imam Malik ÑÍãå Çááå menyuruh murid-muridnya mengeluarkan orang tersebut dari majelis beliau. Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang dilarang, pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah-masalah yang syubhat yang begitu daqiq rinci dalam agama ini yang sebenarnya Allah subhaanahu wa ta’ala juga meninggalkannya. Demikian juga dalam masalah sifat-sifat Allah subhaanahu wa ta’ala, seperti tangan Allah subhaanahu wa ta’ala, maka kita cukup mengatakan bahwa Allah subhaanahu wa ta’ala memiliki tangan, dan tidak usah kita memikirkan bagaimana model tangannya Allah subhaanahu wa ta’ala , dan bertanya tentang kaifiyat itu adalah hal yang wajib untuk kita tinggalkan. Demikian juga dalam masalah perbuatan-perbuatan Allah subhaanahu wa ta’ala, Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman áÇó íõÓúÃóáõ ÚóãøóÇ íóÝúÚóáõ æóåõãú íõÓúÃóáõæäó ÇáÃäÈíÇÁ 23 “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai”.Al-Anbiyaa 23 Maka tidak usah kita bertanya tentang bagaimana pekerjaan-pekerjaan Allah subhaanahu wa ta’ala, seperti misalnya bagaimana caranya Allah subhaanahu wa ta’ala mengontrol semua pekerjaan manusia, tetapi kita serahkan sepenuhnya kepada Allah subhaanahu wa ta’ala, sedangkan kitalah yang akan ditanya oleh Allah subhaanahu wa ta’ala. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini kadang datang dari ahlul bid’ah, yang ketika telah dijelaskan kepadanya Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam masalah tersebut, maka terkadang mereka mau hal yang rinci sekali seperti bagaimana kaifiyatnya, padahal yang seperti itu adalah pertanyaan yang dilarang. Kalau kita melihat salafush sholeh, mereka adalah orang-orang yang menjauhkan diri mereka dari banyak bertanya, kecuali pertanyaan yang tidak boleh tidak harus ditanyakan. Sehingga Ibnu Abbas ÑÖí Çááå ÚäåãÇ pernah mengatakan “Saya tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih baik dari sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tidaklah mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kecuali dengan dua belas masalah, semuanya ada dalam Al Qur’an”. Ke dua belas pertanyaan yang disebutkan dalam Al Quran tersebut adalah • íóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇúáÃóåöáøóÉö ÇáÈÞÑÉ 189 “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit …”.Al Baqarah 189• íóÓúÃóáõæäóßó ãóÇóÇ íõäúÝöÞõæäó ÇáÈÞÑÉ 215 “Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan …”.Al Baqarah 215• íóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáÔøóåúÑö ÇáúÍóÑóÇãö ÞöÊóÇáò Ýöíåö ÇáÈÞÑÉ 217 “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang di bulan haram …”.Al Baqarah 217• íóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáúÎóãúÑö æóÇáúãóíúÓöÑö ÇáÈÞÑÉ 219 “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi …”.Al Baqarah 219• æóíóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáúíóÊóÇãóì ÇáÈÞÑÉ 220 “Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim …”.Al Baqarah 220• æóíóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáúãóÍöíÖö ÇáÈÞÑÉ 222 “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh …”.Al Baqarah 222• íóÓúÃóáõæäóßó ãóÇóÇ ÃõÍöáøó áóåõãú ÇáãÇÆÏÉ 4“Mereka menanyakan kepadamu “Apakah yang dihalalkan bagi mereka ?”.Al Maidah 4• íóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáÓøóÇÚóÉö ÃóíøóÇäó ãõÑúÓóÇåóÇ ÇáÃÚÑÇÝ 187 “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat “Bilakah terjadinya ?”.Al A’raf 187• íóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇúáÃóäúÝóÇáö ÇáÃäÝÇá 1 “Mereka menanyakan kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang …”.Al Anfal 1 • æóíóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáÑøõæÍö ÇáÅÓÑÇÁ 85 “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh …”.Al Isra’ 85• æóíóÓúÃóáõæäóßó Úóäú öí ÇáúÞóÑúäóíúäö ÇáßåÝ 83 “Dan mereka bertanya kepadamu tentang Dzulqarnain …”.Al Kahfi 83• æóíóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáúÌöÈóÇáö Øå 105 “Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung …”.Thaahaa 105 Jadi kata Ibnu Abbas ÑÖí Çááå ÚäåãÇ bahwa hanya ada sekitar dua belas saja pertanyaan sahabat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan ini karena adab mereka kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, padahal berapa banyak yang mereka ingin tanyakan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Di samping itu juga karena mereka khawatir jangan sampai bertanya tidak pada terkadang para sahabat radhiyallahu anhu sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang hukum peristiwa-peristiwa sebelum peristiwa tersebut terjadi, tetapi untuk mereka amalkan di saat terjadinya, sebagaimana pertanyaan mereka “Sesungguhnya besok kami akan bertemu musuh, padahal kami tidak membawa pisau, bolehkah kami menyembelih dengan bambu ?”. Atau seperti pertanyaan sahabat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang para penguasa yang datang sesudah beliau, tentang hukum mentaati dan memerangi penguasa-penguasa tersebut. Juga seperti pertanyaan Hudzaifah yang bertanya tentang fitnah-fitnah dan apa yang harus dia perbuat di saat itu. Imam Ibnu Rajab Al Hanbali berkata ” Dan tidaklah Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberikan keringanan dalam pertanyaan-pertanyaan kecuali untuk orang-orang Badui atau para utusan yang datang kepada beliau dan yang semisal dengan mereka, untuk menjinakkan hati mereka. Adapun orang-orang Muhajirin dan Anshar yang tinggal di Madinah yang keimanan di hati mereka telah kokoh dilarang untuk banyak bertanya” . Sebagaimana yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Nawwas bin Sam’an radhiyallahu anhu, beliau berkata “Aku telah tinggal bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Madinah selama setahun. Tidak ada yang mencegahku untuk hijrah kecuali dilarangnya bertanya. Kebiasaan seseorang dari kami apabila dia telah hijrah, maka dia tidak akan bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam “.Anas bin Malik radhiyallahu anhu mengatakan “Kami sebenarnya sangat banyak ingin bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, namun karena kewibawaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan karena adab kami kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam maka kami tidak bertanya. Sehingga kami sangat senang ketika ada orang-orang Badui yang datang lalu bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ”. Jadi meskipun kadang orang Badui datang dengan pertanyaan yang tidak ada manfaatnya, namun kadang ada pertanyaan mereka yang mana para shahabat mengambil manfaat darinya. Para shahabat sendiri segan bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, namun kalau ada orang Badui yang belum tahu adab dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, macam-macam yang mereka tanyakan. Bahkan kadang orang Badui dimanfaatkan, mereka disuruh bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Karena segannya para shahabat kadang mereka menitip soal kepada orang Badui untuk ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa Ibnu Rajab Al Hanbali ÑÍãå Çááå berkata bahwa dalam masalah bertanya ini manusia terbagi tiga, yaitu 1 Ada ahlul hadits yang menutup sama sekali pintu pertanyaan, artinya tidak mau banyak bertanya bahkan boleh dikatakan meninggalkan sama sekali pertanyaan, karena kekhawatiran terjatuh dalam larangan ini. Namun orang seperti ini ilmunya tidak banyak manfaatnya, karena kadang ia hanya hamila fiqhi wa laisa bi faqiih orang yang memikul mendengarkan fiqh namun dia tidak faqih/tidak memahaminya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ÑõÈøó ÍóÜÇãöáõ ÝöÞúåò ÛóíúÑó ÝóÞöíúÜåò ÑæÇå ÇáÊÑãì æ ÇÈä ÍÈÇä “Boleh jadi orang yang memikul mendengarkan fiqh namun dia tidak faqih tidak memahaminya”.HSR. At Tirmidzy dan Ibnu HibbanSehingga kadang seseorang tahu dalil, hafal Al Quran dan As Sunnah, namun ia tidak dapat mempraktekkannya tidak tahu bagaimana pengamalan dalil-dalil tersebut dalam kehidupan sehari-hari, dan orang yang seperti ini tercela. 2 Ahlur Ra’yi orang yang senantiasa mempergunakan akalnya. Apa saja ditanyakan meskipun yang tidak bermanfaat. Ini tentu saja juga hal yang tercela, bahkan ini lebih tercela daripada yang pertama. Karena orang seperti ini akan disibukkan dengan diskusi-diskusi tentang masalah-masalah yang tidak pernah disinggung dalam Al Quran dan As Sunnah, dan dia nantinya hanya mengetahui masalah-masalah yang sifatnya sekedar wawasan tanpa mengetahui Al Quran dan As Sunnah. Imam Malik ÑÍãå Çááå dan para salaf lainnya sangat membenci yang seperti itu. 3 Ahlul Hadits yang mengumpulkan antara ilmu dan amal. Dia bertanya dengan pertanyaan yang melahirkan amalan, bertanya untuk mengetahui bagaimana mengamalkan dalil-dalil yang telah dihafalkannya, dan inilah golongan yang terbaik. Para salafush shalih sangat menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak bermanfaat. Mereka sedikit bertanya dan kadang juga tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada mereka. Imam Malik ÑÍãå Çááå ketika ditanya dengan sekian banyak pertanyaan, namun hanya sedikit yang dijawabnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa itu disebabkan karena banyak pertanyaan yang dilontarkan kepadanya tidak bermanfaat sehingga beliau memandang tidak perlu dijawab. Dan ketika ditanyakan mengapa beliau tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, beliau ÑÍãå Çááå mengatakan “Allah sendiri berfirman æóíóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáÑøõæÍö Þõáö ÇáÑøõæÍõ ãöäú ÃóãúÑö ÑóÈøöí æóãóÇ ÃõæÊöíÊõãú ãöäó ÇáúÚöáúãö ÅöáÇøó ÞóáöíáÇ ÇáÅÓÑÇÁ 85 “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.Al Isra’ 85Artinya kalau kamu tidak butuh masalah itu maka tidak usah kamu tanyakan. Sehingga pernah para shahabat berkumpul, kemudian salah seorang diantara mereka ditanya tentang sesuatu, maka dilemparkan pertanyaan itu dari shahabat yang satu kepada shahabat lainnya sampai kembali kepada shahabat yang ditanya pertama kali. Itu karena mereka sangat menghindari menjawab hal-hal yang tidak bermanfaat. Namun selama pertanyaan itu bermanfaat maka wajib bagi kita menanyakannya dan hendaknya bagi yang mengetahuinya menjawabnya. Dan inilah ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang melahirkan amalan. Karena itu seorang muslim hendaknya mengkonsentrasikan diri menuntut ilmu yang bermanfaat, ilmu yang melahirkan amalan, yang jelas-jelas datang dari Al Quran dan As Sunnah. Dan inilah makna “æóÇáÑøóÇÓöÎõæäó Ýöí ÇáúÚöáúãö”, orang yang mendalam ilmunya, yaitu orang yang secara lahir mungkin sedikit ilmunya namun semua ilmunya adalah ilmu yang bermanfaat. Sebagaimana firman Allah subhaanahu wa ta’ala åõæó Çáøóöí ÃóäúÒóáó Úóáóíúßó ÇáúßöÊóÇÈó ãöäúåõ ÁóÇíóÇÊñ ãõÍúßóãóÇÊñ åõäøó Ãõãøõ ÇáúßöÊóÇÈö æóÃõÎóÑõ ãõÊóÔóÇÈöåóÇÊñ ÝóÃóãøóÇ Çáøóöíäó Ýöí ÞõáõæÈöåöãú ÒóíúÛñ ÝóíóÊøóÈöÚõæäó ãóÇ ÊóÔóÇÈóåó ãöäúåõ ÇÈúÊöÛóÇÁó ÇáúÝöÊúäóÉö æóÇÈúÊöÛóÇÁó ÊóÃúæöíúáöåö æóãóÇ íóÚúáóãõ ÊóÃúæöíúáóåõ ÅöáÇøó Çááåõ æóÇáÑøóÇÓöÎõæäó Ýöí ÇáúÚöáúãö íóÞõæáõæäó ÁóÇãóäøóÇ Èöåö ßõáøñ ãöäú ÚöäúÏö ÑóÈøöäóÇ æóãóÇ íóøóßøóÑõ ÅöáÇøó Ãõæáõæ ÇúáÃóáúÈóÇÈö Âá ÚãÑÇä 7 “Dia-lah yang menurunkan Al Kitab Al Qur’an kepada kamu. Di antara isi nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain ayat-ayat mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran daripadanya melainkan orang-orang yang berakal”.Ali Imran 7 Di sini Allah subhaanahu wa ta’ala membedakan antara orang yang suka bertanya dengan pertanyaan yang tidak bermanfaat dengan orang yang mendalam ilmunya. Allah subhaanahu wa ta’ala mengatakan bahwa “Orang yang ada kebengkokan dalam hatinya senantiasa membahas ayat-ayat mutasyabihat ayat-ayat yang tidak jelas”, lalu tidak ada manfaatnya, Allah subhaanahu wa ta’ala diamkan, lalu mereka menyangka telah melakukan suatu kebaikan atau berilmu dengannya, padahal tidak. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman “… Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Adapun orang-orang yang mendalam ilmunya, mereka mengatakan “Kami cukup beriman saja kepada ayat-ayat mutasyabihat itu, kami tidak perlu membahasnya”. Lihatlah, orang yang Allah katakan ilmunya mendalam adalah mereka yang tidak terlalu mempermasalahkan hal-hal yang syubhat dan masalah-masalah yang memang didiamkan oleh Allah dan tidak melahirkan amalan. Bukan orang-orang yang banyak diskusinya, banyak bicaranya, dan sebagainya. Orang yang mendalam ilmunya adalah orang yang tahu betul kapan ia mesti berbicara dan kapan ia mesti diam, yang berbicara dengan perkataan Allah subhaanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya. Karenanya ulama kita mengatakan bahwa “Ar Raasikhuuna fil ilmi” adalah ÇáúãõÊóæóÇÖöÚõæúäó ááåö æó ÇáúãõÊóóáøöáõæúäó ááåö Ýíö ãóÑúÖóÇÊöåö áÇó íóÊóÚóÇØõæúäó ãóäú ÝóæúÞóåõãú æó áÇó íóÍúÞöÑõæúäó ãóäú Ïõæúäóåõãú “Orang-orang yang tawadhu’ kepada Allah, yang menghinakan dirinya di hadapan Allah dalam keridhoan-Nya, …..” ????Itulah orang-orang yang dikatakan “Ar Raasikhuuna fil ilmi”, dan itulah yang patut untuk kita teladani dan patut kita mengambil ilmu darinya. Diriwayatkan dari Imam Ahmad ÑÍãå Çááå ketika ditanya tentang orang yang bisa dijadikan mufti sesudah beliau, maka beliau ÑÍãå Çááå berkata “Abdul Wahhab bin Warraq”. Lalu dikatakan kepada beliau bahwa dia itu tidak luas ilmunya. Maka kata Imam Ahmad ÑÍãå Çááå ÅöäøóÜåõ ÑóÌõáñ ÕóÇáöÍñ ãöËúÜáõåõ íóæóÝøóÞõ áÅöÕóÇÈóÉö ÇáúÍóÞøö “Dia adalah lelaki yang shalih, orang yang seperti itu akan diberikan taufiq oleh Allah untuk senantiasa berada di dalam kebenaran”. Jadi walaupun dikatakan ilmunya tidak luas akan tetapi jika dia adalah orang yang shalih, maka patut kita mengambil darinya, karena Allah akan memberikan taufiq kepadanya untuk menjalankan kebenaran. * Ikhtilaf perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka ÎÊáÇÝåã Úáì ÃäÈíÇÆåã ÇYang dimaksudkan dengan ikhtilaf di sini adalah mukhaalafah, yaitu mereka menyelisihi ajaran nabi-nabi mereka. Dan inilah sebab kehancuran dan kebinasaan ummat-ummat terdahulu ketika mereka menyelisihi nabi-nabi mereka, dalam artian tidak menaati ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi Allah subhaanahu wa ta’ala. Hal ini telah banyak diungkapkan oleh Allah subhaanahu wa ta’ala dalam Al Quran, tentang ummat-ummat terdahulu, terutama dari kalangan Bani Israil, kaum yang paling banyak diutus kepadanya para nabi. Bani Israil adalah kaum yang paling banyak diberikan nikmat oleh Allah subhaanahu wa ta’ala, dan diantara nikmat terbesar yang Allah subhaanahu wa ta’ala berikan kepada mereka adalah diutusnya sekian banyak nabi kepada mereka. Sehingga Allah subhaanahu wa ta’ala menyebutkan minimal tiga kali dalam Al Quran tentang nikmat-nikmat yang seharusnya mereka syukuri. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman íóÇÈóäöí ÅöÓúÑóÇÆöíáó ÇúßõÑõæÇ äöÚúãóÊöíó ÇáøóÊöí ÃóäúÚóãúÊõ Úóáóíúßõãú æóÃóæúÝõæÇ ÈöÚóåúÏöí ÃõæÝö ÈöÚóåúÏößõãú æóÅöíøóÇíó ÝóÇÑúåóÈõæäö ÇáÈÞÑÉ 40 “Hai Bani Israil, ingatlah akan ni`mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut tunduk”.Al Baqarah 40Juga dalam firman Allah subhaanahu wa ta’ala íóÇÈóäöí ÅöÓúÑóÇÆöíáó ÇúßõÑõæÇ äöÚúãóÊöíó ÇáøóÊöí ÃóäúÚóãúÊõ Úóáóíúßõãú æóÃóäøöí ÝóÖøóáúÊõßõãú Úóáóì ÇáúÚóÇáóãöíäó ÇáÈÞÑÉ 47 “Hai Bani Israil, ingatlah akan ni`mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan ingatlah pula bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat”.Al Baqarah 47 Demikian pula dalam firman Allah subhaanahu wa ta’ala íóÇÈóäöí ÅöÓúÑóÇÆöíáó ÇúßõÑõæÇ äöÚúãóÊöíó ÇáøóÊöí ÃóäúÚóãúÊõ Úóáóíúßõãú æóÃóäøöí ÝóÖøóáúÊõßõãú Úóáóì ÇáúÚóÇáóãöíäó ÇáÈÞÑÉ 122 “Hai Bani Israil, ingatlah akan ni`mat-Ku yang telah Ku-anugerahkan kepadamu dan Aku telah melebihkan kamu atas segala umat”.Al Baqarah 122 Di sini Allah subhaanahu wa ta’ala mengingatkan kepada Bani Israil bahwa mereka telah diberikan ni’mat yang banyak dan diutamakan dari kaum-kaum yang ada pada zamannya, dan salah satu ni’mat yang terbesar adalah diutusnya banyak nabi kepada mereka. Pengutusan seorang nabi/rasul adalah ni’mat yang paling besar, karena dengannyalah kita dapat mengetahui hakikat kehidupan kita, bagaimana kita mengarungi kehidupan selama dunia ini, sehingga Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah ÑÍãå Çááå mengatakan bahwa “Hajat manusia kepada pengutusan rasul lebih besar daripada hajatnya kepada makan dan minum”. Jadi kalau diutus kepada Bani Israil rasul yang begitu banyak maka berarti Allah subhaanahu wa ta’ala telah memberikan nikmat yang banyak kepada mereka. Namun sangat disayangkan, kaum Bani Israil tidak menerima nikmat itu dengan sikap yang benar, tidak membalas nikmat itu dengan kesyukuran. Bahkan mereka mendurhakai nabi-nabi mereka, tidak mau menaati ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi mereka itu. Bahkan lebih dari itu, Allah subhaanahu wa ta’ala mengatakan bahwa Bani Israil adalah kaum yang membunuh nabi-nabi mereka. Mereka tidak mencukupkan dengan tidak mau mendengar, membangkang, bahkan lebih dari itu mereka sampai membunuh nabi-nabi mereka. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah subhaanahu wa ta’ala æóÖõÑöÈóÊú Úóáóíúåöãõ ÇáøöáøóÉõ æóÇáúãóÓúßóäóÉõ æóÈóÇÁõæÇ ÈöÛóÖóÈò ãöäó Çááåö óáößó ÈöÃóäøóåõãú ßóÇäõæÇ íóßúÝõÑõæäó ÈöÂíóÇÊö Çááåö æóíóÞúÊõáõæäó ÇáäøóÈöíøöíäó ÈöÛóíúÑö ÇáúÍóÞøö óáößó ÈöãóÇ ÚóÕóæúÇ æóßóÇäõæÇ íóÚúÊóÏõæäó ÇáÈÞÑÉ 61 “Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu terjadi karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu terjadi karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas”.Al Baqarah 61 Juga dalam firman Allah subhaanahu wa ta’ala Åöäøó Çáøóöíäó íóßúÝõÑõæäó ÈöÂíóÇÊö Çááøóåö æóíóÞúÊõáõæäó ÇáäøóÈöíøöíäó ÈöÛóíúÑö ÍóÞøò æóíóÞúÊõáõæäó Çáøóöíäó íóÃúãõÑõæäó ÈöÇáúÞöÓúØö ãöäó ÇáäøóÇÓö ÝóÈóÔøöÑúåõãú ÈöÚóóÇÈò Ãóáöíãò Âá ÚãÑÇä 21 “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih”. Ali Imran 21Demikian pula dalam firman Allah subhaanahu wa ta’ala ÖõÑöÈóÊú Úóáóíúåöãõ ÇáøöáøóÉõ Ãóíúäó ãóÇ ËõÞöÝõæÇ ÅöáÇøó ÈöÍóÈúáò ãöäó Çááåö æóÍóÈúáò ãöäó ÇáäøóÇÓö æóÈóÇÁõæÇ ÈöÛóÖóÈò ãöäó Çááåö æóÖõÑöÈóÊú Úóáóíúåöãõ ÇáúãóÓúßóäóÉõ óáößó ÈöÃóäøóåõãú ßóÇäõæÇ íóßúÝõÑõæäó ÈöÂíóÇÊö Çááåö æóíóÞúÊõáõæäó ÇúáÃóäúÈöíóÇÁó ÈöÛóíúÑö ÍóÞøò óáößó ÈöãóÇ ÚóÕóæúÇ æóßóÇäõæÇ íóÚúÊóÏõæäó Âá ÚãÑÇä 112 “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali agama Allah dan tali perjanjian dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas”. Ali Imran 112 Dalam ayat-ayat di atas disebutkan bahwa sebab ditimpakannya kehinaan, kemurkaan dan adzab yang pedih kepada mereka, yaitu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah subhaanahu wa ta’ala dan membunuh nabi-nabi mereka. Dan sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits ini, maka yang dapat membinasakan ummat adalah ketika ummat tersebut mendurhakai rasul-rasul mereka. Dan jika kita telaah kisah-kisah ummat terdahulu, kita akan dapatkan kebenaran sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ini. Dimulai dari rasul yang pertama diutus ke muka bumi ini, yakni Nabi Nuh alaihissalam, kita akan dapati bahwa penyebab diadzabnya ummat beliau adalah ketika mereka mendurhakai ajaran yang dibawa oleh Nabi Nuh alaihissalam, sebagaimana yang Allah subhaanahu wa ta’ala sebutkan dalam surah Nuh. Surah ini mulai dari awal sampai akhir mengisahkan da’wah rasul yang pertama, Nabi Nuh alaihissalam, yang begitu sabar dalam menda’wahkan risalah ini kepada ummatnya, sampai-sampai Allah subhaanahu wa ta’ala mengatakan bahwa beliau diutus selama 950 tahun QS. 29 14 kepada ummatnya. Dan beliau telah menempuh berbagai cara dalam da’wah, baik itu da’wah sirriyyah maupun jahriyyah, mendatangi kaumnya siang dan malam, namun mereka tetap membangkang. Akhirnya Allah subhaanahu wa ta’ala mengadzab mereka dengan air bah yang menghabiskan semua manusia yang ada kecuali orang-orang yang beriman. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman ãöãøóÇ ÎóØöíÆóÇÊöåöãú ÃõÛúÑöÞõæÇ ÝóÃõÏúÎöáõæÇ äóÇÑÇ Ýóáóãú íóÌöÏõæÇ áóåõãú ãöäú Ïõæäö Çááåö ÃóäúÕóÇÑÇ äæÍ 25 “Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah”. Nuh 25Maksud “disebabkan kesalahan-kesalahan mereka”, yaitu dosa-dosa mereka ketika mereka membangkang dari ajaran nabi Nuh alaihissalam. Sebagian ulama mengatakan bahwa maksud dari “mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka”, yaitu mereka dimasukkan ke dalam api yang ada di dalam lautan itu. Dan sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa mereka dimasukkan ke neraka. Ini menunjukan bahwa akibat pembangkangan suatu kaum terhadap dakwah seorang nabi adalah diadzabnya kaum tersebut. Demikian pula mengenai kisah Nabi Shalih alaihissalam dan kaumnya, sebagaimana yang disebutkan dalam surat Asy Syams 11-15. Di ayat ini kaum Tsamud diuji dengan unta yang Allah subhaanahu wa ta’ala datangkan, lalu dikatakan kepada mereka bahwa unta ini datang dari Allah subhaanahu wa ta’ala maka hendaknya mereka menjaganya dengan baik dan menghormatinya, membiarkannya minum dan melakukan apa yang dia inginkan. Namun mereka mendustakannya, bukan hanya melarang unta itu minum, bahkan mereka menyembelih unta tersebut, karena kedustaan dan pembangkangan mereka terhadap nabi mereka, sehingga Allah subhaanahu wa ta’ala mengadzab mereka. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman ÝóßóøóÈõæåõ ÝóÚóÞóÑõæåóÇ ÝóÏóãúÏóãó Úóáóíúåöãú ÑóÈøõåõãú ÈöóäúÈöåöãú ÝóÓóæøóÇåóÇ ÇáÔãÓ 14 “Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu, maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyama-ratakan mereka dengan tanah”.Asy Syams 14 Demikian pula di surat Hud dapat kita lihat kesudahan yang buruk bagi mereka yang membangkang kepada rasul-rasul mereka. Mulai di ayat 24 sampai ayat 100 dikisahkan tentang ummat-ummat terdahulu dan bagaimana akibat pembangkangan mereka kepada para nabi mereka, mulai nabi Nuh alaihissalam sampai nabi Musa alaihissalam. Dan yang paling banyak membangkang adalah ummat Bani Israil dengan nabi mereka Musa alaihissalam. Dan hadits ini yang dimaksudkan lebih khusus kepada Bani Israil, yakni ummat Yahudi, yang mana nabi mereka Musa alaihissalam adalah salah satu ulul azmi, namun mereka tidak menghormati rasul mereka yang mulia Musa alaihissalam, bahkan mereka mencelanya. Sebagaimana kisah ketika mereka melakukan kebiasaan yang buruk di antara mereka, yaitu mandi secara bersama-sama, namun Nabi Musa alaihissalam tidak mau ikut bersama mereka. Lalu mereka menuduh bahwa Nabi Musa alaihissalam berpenyakit kulit dan tidak mau dilihat aibnya tersebut. Karenanya Allah alaihissalam berfirman íóÇÃóíøõåóÇ Çáøóöíäó ÁóÇãóäõæÇ áÇó ÊóßõæäõæÇ ßóÇáøóöíäó ÁóÇóæúÇ ãõæÓóì ÝóÈóÑøóÃóåõ Çááåõ ãöãøóÇ ÞóÇáõæÇ æóßóÇäó ÚöäúÏó Çááåö æóÌöíåÇ ÇáÃÍÒÇÈ 69 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah”.Al Ahzab 69 Ini adalah peringatan bagi kita untuk tidak menyerupai Bani Israil yang telah menyakiti Musa. Demikian pula ketika nabi Musa alaihissalam mengajak Bani Israil untuk berperang, namun mereka justru mengatakan sebagaimana dalam firman Allah subhaanahu wa ta’ala ÞóÇáõæÇ íóÇãõæÓóì ÅöäøóÇ áóäú äóÏúÎõáóåóÇ ÃóÈóÏÇ ãóÇ ÏóÇãõæÇ ÝöíåóÇ ÝóÇúåóÈú ÃóäúÊó æóÑóÈøõßó ÝóÞóÇÊöáÇó ÅöäøóÇ åóÇåõäóÇ ÞóÇÚöÏõæäó ÇáãÇÆÏÉ 24 “Mereka berkata “Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.”Al Maidah 24Inilah pembangkangan mereka. Makanya ketika Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam mengajak para shahabat untuk berperang, maka para shahabat bersegera mengatakan “Ya Nabiyallah, kami tidak akan mengatakan sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Bani Israil kepada nabi mereka”. Semua contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa pembangkangan terhadap nabi dan rasul adalah sebab kehancuran suatu ummat. Dan inilah yang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tahdzir peringatkan kepada kita agar tidak sampai jatuh kepada hal seperti itu. Dan hal ini tidak hanya berlaku kepada ummat yang terdahulu, akan tetapi ummat ini juga, ketika menyelisihi rasulnya maka akan tertimpa kehancuran sebagaimana yang ditimpakan oleh Allah subhaanahu wa ta’ala kepada ummat-ummat terdahulu. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman … ÝóáúíóÍúóÑö Çáøóöíäó íõÎóÇáöÝõæäó Úóäú ÃóãúÑöåö Ãóäú ÊõÕöíÈóåõãú ÝöÊúäóÉñ Ãóæú íõÕöíÈóåõãú ÚóóÇÈñ Ãóáöíãñ ÇáäæÑ 63 “…Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”.An Nuur 63 Sebagian ulama mengatakan bahwa “adzab yang pedih” di sini adalah adzab di dunia sebelum adzab di akhirat. Ayat ini menunjukkan bahwa bukan hanya ummat terdahulu saja yang dibinasakan akibat penentangan mereka terhadap ajaran nabi mereka, namun ummat ini juga ketika sudah meninggalkan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan menyelisihi ajaran-ajaran beliau, maka akan dibinasakan oleh Allah subhaanahu wa ta’ala. Kekufuran, kesyirikan, dan kenifaqan akan ditimpakan pada hati-hati kita, atau adzab yang pedih akan ditimpakan kepada kita di dunia ini. Dan contoh akibat yang buruk dari menyelisihi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah Allah subhaanahu wa ta’ala perlihatkan pada perang Uhud, di zaman generasi yang terbaik. Allah subhaanahu wa ta’ala mencontohkan kepada kita sebagai pelajaran bagi kita yang datang sesudah mereka, bahwa kalau saja generasi terbaik akan merasakan akibat yang buruk dari penyelisihan mereka kepada sunnah atau perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka kita juga akan terancam manakala menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Di perang Uhud Nabi shallallahu alaihi wa sallam berpesan kepada pasukan pemanah yang ditugaskan menjaga bukit Uhud untuk tidak meninggalkan tempat mereka sebelum diizinkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dan pada awal-awal peperangan, kaum muslimin mendapatkan kemenangan yang besar, bahkan bisa mengkocar-kacirkan pasukan kafir quraisy sehingga mereka lari dan meninggalkan harta mereka. Di saat itulah sebagian pasukan pemanah tergoda dengan harta tersebut, lalu mereka turun dari bukit dan lupa akan pesan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Walaupun mereka telah diingatkan oleh pemimpin pasukan pemanah, namun mereka tidak mengindahkannya dengan alasan bahwa orang kafir telah lari dan saatnya untuk mengambil apa yang ditinggalkan oleh mereka. Disitulah Allah subhaanahu wa ta’ala menunjukkan akibat buruk dari menyelisihi perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu Allah subhaanahu wa ta’ala dengan iradahnya yang kauni memperlihatkan pemandangan itu kepada Kholid bin Walid waktu itu masih kafir, lalu dengan ketangkasannya dalam perang dia memamfaatkan kesempatan itu untuk menghancurkan pasukan kaum muslimin dari belakang. Disitulah kaum muslimin mendapatkan fitnah/cobaan yang begitu besar, sehingga banyak diantara mereka yang terbunuh, bahkan sampai timbul isu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah terbunuh, namu isu tersebut tidak benar, tapi beliau shallallahu alaihi wa sallam sampai terluka dan patah gigi seri beliau shallallahu alaihi wa sallam, dan disitulah beliau bersabda ßóíúÝó íõÝúáöÍõ Þóæúãñ ÔóÌøõæÇ äóÈöíøóåõãú æóßóÓóÑõæÇ ÑóÈóÇÚöíóÊóåõ ÑæÇå ãÓáã æ ÇáÊÑãí æ ÃÍãÏ Úóäú ÃóäóÓò “Bagaimana bisa beruntung suatu kaum yang melukai nabi mereka dan mematahkan ……”.HR. Muslim, At Tirmidzi dan Ahmad dari Anas radhiyallahu anhu Hadits ini menunjukkan bahwa menyelisihi rasul dan mendurhakainya adalah sebab kehancuran dan sebab tidak akan menangnya ummat ini. Dan sekaligus menunjukkan bahwa keberuntungan/kejayaan ummat ini sangat ditentukan oleh sejauh mana ketaatan kita kepada rasul kita. Dan kapan kita melakukan yang sebaliknya maka akan datang kepada kita kebinasaan sebagaimana kebinasaan yang telah ditimpakan kepada ummat-ummat terdahulu. Allah subhaanahu wa ta’ala mengingatkan akan hal ini dalam banyak keterangan dan secara umum dalam setiap jihad Allah subhaanahu wa ta’ala mengingatkan kepada kaum muslimin untuk taat kepada Allah subhaanahu wa ta’ala dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam agar kemenangan itu bisa tercapai, sebagaimana firman Allah subhaanahu wa ta’ala íóÇÃóíøõåóÇ Çáøóöíäó ÁóÇãóäõæÇ ÅöóÇ áóÞöíÊõãú ÝöÆóÉ ÝóÇËúÈõÊõæÇ æóÇúßõÑõæÇ Çááåó ßóËöíÑÇ áóÚóáøóßõãú ÊõÝúáöÍõæäó . æóÃóØöíÚõæÇ Çááåó æóÑóÓõæáóåõ æóáÇó ÊóäóÇÒóÚõæÇ ÝóÊóÝúÔóáõæÇ æóÊóúåóÈó ÑöíÍõßõãú æóÇÕúÈöÑõæÇ Åöäøó Çááåó ãóÚó ÇáÕøóÇÈöÑöíäó . æóáÇó ÊóßõæäõæÇ ßóÇáøóöíäó ÎóÑóÌõæÇ ãöäú ÏöíóÇÑöåöãú ÈóØóÑÇ æóÑöÆóÇÁó ÇáäøóÇÓö æóíóÕõÏøõæäó Úóäú ÓóÈöíáö Çááåö æóÇááåõ ÈöãóÇ íóÚúãóáõæäó ãõÍöíØñ ÇáÃäÝÇá 47 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan musuh, maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria kepada manusia serta menghalangi orang dari jalan Allah. Dan ilmu Allah meliputi apa yang mereka kerjakan”.Al Anfal 45 – 47 Jadi menaati Allah subhaanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya adalah syarat mutlak untuk meraih kemenangan dan kejayaan ummat, dan sekaligus menunjukkan bahwa kapan kita tidak melakukan hal tersebut maka akan ditimpakan kepada kita kebinasaan sebagaimana ummat-ummat hadits ini menyebutkan dua sebab binasanya ummat terdahulu, dan tentu saja ini bukan pembatasan bukan hanya dua hal saja yang membinasakan ummat terdahulu, namun Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan di sini karena berhubungan dengan perkataan beliau sebelumnya. Jadi penyebab keruntuhan ummat terdahulu sebenarnya sangat banyak, akan tetapi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang kita tasyabbuh dengan dua masalah di hadits ini karena berkaitan dengan masalah yang beliau sebutkan pertama kali dalam hadits ini, atau karena berhubungan dengan sebab disebutkannya hadits ini, yaitu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan suatu masalah kemudian ada yang banyak bertanya, seakan-akan mau menggugat kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengatakan bahwa yang dapat mengakibatkan kebinasaan kita sebagaimana telah binasa ummat terdahulu adalah dua sebab, yaitu banyak bertanya ketika telah ditetapkan suatu perintah lalu masih banyak pertanyaan yang seakan-akan menggugat kebijaksanaan tersebut dan menyelisihi apa yang telah ditetapkan oleh nabi-nabi mereka. Apa yang telah ditetapkan tidak lagi perlu ditanyakan, tetapi sikap kita ketika telah ditetapkan suatu urusan hanyalah sami’naa wa atha’naa saja, tidak ada lagi kata-kata yang lain. Tidak perlu lagi bertanya sebagaimana pertanyaan orang-orang Yahudi, dan tidak perlu lagi menggugat kebijaksanaan Allah subhaanahu wa ta’ala dengan mengatakan “mengapa begini dan begitu”. Namun hendaknya langsung kita amalkan tanpa ada rasa keberatan sedikitpun. Sikap yang benar adalah sebagaimana yang Allah firman-Nya æóãóÇ ßóÇäó áöãõÄúãöäò æóáÇó ãõÄúãöäóÉò ÅöóÇ ÞóÖóì Çááåõ æóÑóÓõæáõåõ ÃóãúÑÇ Ãóäú íóßõæäó áóåõãõ ÇáúÎöíóÑóÉõ ãöäú ÃóãúÑöåöãú æóãóäú íóÚúÕö Çááåó æóÑóÓõæáóåõ ÝóÞóÏú Öóáøó ÖóáÇóáÇ ãõÈöíäÇ ÇáÃÍÒÇÈ 36 “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak pula bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”.Al Ahzab 36 Ayat ini menunjukkan bahwa orang mukmin apabila telah ditetapkan suatu urusan oleh Allah subhaanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya, maka tidak ada lagi pilihan, dia langsung menerima tanpa banyak bertanya, apalagi sampai menyelisihi apa yang telah ditetapkan oleh Allah subhaanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya. Dan ini lebih ditegaskan lagi oleh Allah subhaanahu wa ta’ala dalam firman-Nya ÅöäøóãóÇ ßóÇäó Þóæúáó ÇáúãõÄúãöäöíäó ÅöóÇ ÏõÚõæÇ Åöáóì Çááåö æóÑóÓõæáöåö áöíóÍúßõãó Èóíúäóåõãú Ãóäú íóÞõæáõæÇ ÓóãöÚúäóÇ æóÃóØóÚúäóÇ æóÃõæáóÆößó åõãõ ÇáúãõÝúáöÍõæäó ÇáäæÑ 51 “Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum mengadili di antara mereka ialah ucapan.” “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.An Nuur 51 ÅöäøóãÇ hanya saja disini maknanya adalah pembatasan, yaitu bahwasanya perkataan orang-orang beriman hanyalah “Kami mendengar dan kami taat”. Dan ini sangat berbeda dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi, “ÓóãöÚúäóÇ æóÚóÕóíúäóÇ “, kami memang mendengar, tapi kami mau bermaksiat, dengan entengnya mereka mengatakan seperti itu. Karenanya Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman dalam surah Al Anfaal íóÇÃóíøõåóÇ Çáøóöíäó ÁóÇãóäõæÇ ÃóØöíÚõæÇ Çááåó æóÑóÓõæáóåõ æóáÇó ÊóæóáøóæúÇ Úóäúåõ æóÃóäúÊõãú ÊóÓúãóÚõæäó . æóáÇó ÊóßõæäõæÇ ßóÇáøóöíäó ÞóÇáõæÇ ÓóãöÚúäóÇ æóåõãú áÇó íóÓúãóÚõæäó ÇáÃäÝÇá 20-21 “Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar perintah-perintah-Nya, dan janganlah kamu menjadi sebagai orang-orang munafik yang berkata “Kami mendengarkan, padahal mereka tidak mendengarkan”.Al Anfal 20 – 21“Mereka tidak mendengarkan”, artinya Allah subhaanahu wa ta’ala menafikan pendengaran hati mereka. Jadi mendengarkan dengan telinga saja tidak cukup dianggap mendengarkan. Karenanya Allah subhaanahu wa ta’ala mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang bisu dan tuli karena tidak mau mengambil manfaat dari apa yang telah dinasehatkan oleh Allah subhaanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya. Jadi dari hadits ini menunjukkan bagaimana sesungguhnya sifat seorang muslim. Ketika Allah subhaanahu wa ta’ala telah menetapkan perintah maka ia mengerjakan sekemampuannya, dan ketika datang larangan langsung ditinggalkan, tanpa banyak bertanya. Seakan-akan maksud Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, apa yang telah aku perintahkan maka kerjakanlah sekemampuanmu, dan apa yang telah aku larang maka tinggalkanlah, dan jangan kalian banyak bertanya dan jangan kalian menyelisihi, karena kapan kalian banyak bertanya dan menyelisihi maka kalian akan binasa sebagaimana telah binasa ummat-ummat terdahulu. TAKHRIJ HADITSHadits ini diriwayatkan oleh beberapa imam hadits, yaitu 1. Imam Bukhari dalam Shohihnya,2. Imam Muslim dalam Shohihnya,3. Imam An Nasaai dalam Sunannya,4. Imam Ahmad dalam Musnadnya,5. Imam Ibnu Hibban dalam Shohihnya – ÑÍãåã Çááå ÃÌãÚíä –Adapun hadits dengan lafazh yang disebutkan diatas hanya dikeluarkan oleh Imam Muslim dari riwayat Az Zuhri dari Said bin Musayyib dan Abu Salamah yang keduanya meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu. KitabArbain Nawawi # Hadits Ke. 23 # KH. Ahmad Bahauddin Nursalim. Kitab Arbain Nawawi # Hadits Ke. 6 # KH. Ahmad Bahauddin Nursalim. Kitab Arbain Nawawi # Hadits Ke. 7 # KH. Ahmad Bahauddin Nursalim. Kitab Arbain Nawawi # Kerjakanlah Perintah yang Kamu Mampu عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ؛ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ رَوَاهُ اْلبُخَارِي وَمُسْلِمٌ Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr radhiyallahu anhu, dia berkata Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda ”Apa saja yang aku larang kalian darinya maka jauhilah, dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampu kalian, karena sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang yang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan penyelisihan terhadap para nabi mereka.” نَهَيْتُكُمْ Aku larang kalianاجتنبوا Mereka menghindarinyaأَمَرْتُكُمْ Aku perintahkan kalianأَهْلَكَ Menghancurkan Patuh kepada Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam 59 7, 8 46Bertakwa sebatas kemampuan 64 16 .Berdebat yang tak berguna dan bertikai, sumber kehancuran 40 5 Pelajaran Wajibnya menghindari semua apa yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan dan dia hanya mampu sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang dia mampu tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar yang mudah tidak gugur karena perkara yang keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan untuk saling bertikai dan anjuran untuk bersatu dan mengikuti Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, ta’at dan menempuh jalan keselamatan dan Hafiz berkata Dalam hadits ini terdapat isyarat untuk menyibukkan diri dengan perkara yang lebih penting yang dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat tersebut belum dibutuhkan. Ceramah Hadits Arbain Ke 9 – “Kerjakan Perintah Semampunya dan Jangan Banyak Bertanya” Al Arbain An Nawawiyah oleh Ustadz Anas Burhanudin di radio Rodja Jangansampai kita makan enak, sedangkan saudara kita, apalagi yang seukhuwah, ada yang masih kelaparan. Perlakukanlah saudaramu dengan baik sebagaimana engkau ingin diperlakukan. Sampai di hadits ketigabelas ini kita bisa menyimpulkan 2 tanda seorang mukmin: 1. Meninggalkan yang syubhat dan hal yang tidak bermanfaat. 2.Memilih yang Mudah dan Meninggalkan yang Susahعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ. رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌDari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakr radhiyallahu anhu, ia berkata,”Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallambersabda,”Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka.”MARAJI'UL HADITS REFERENSI HADITS Shahih Bukhari, Al-I'tisham Bil Kitab Was Sunah Bab Al-Lytida Bi Sunni Rasillah Hadits nomor Muslim, Al-Fadhail, Bab Tanpa Rasidillah.. Hadits nomor 1337AHAMIYATUL HADITS URGENSI HADITS Para ulama mengatakan bahwa hadits ini sangat penting, karenanya Layak untuk dihafal dan dikaji. Imam Nawawi berkata,”Hadits ini merupakan dasar-dasar Islam yang sangat penting dan merupakan Jawami'ul KalIm ucapan yang singkat dan padat, yang hanya dimiliki Rasulullah saw. Didalamnya mencakup berbagai hukum yang jumlahnya tidak Hajar Al-Haitamy berkata,”Ini adalah hadits yang sangat penting Merupakan dasar agama dan rukun Islam, maka patut dihafal dan diperhatikan.” Ungkapan senada juga banyak dilontarkan oleh ulama-ulama lain. Yang menjadikan hadits ini sangat penting adalah perintah untuk senantiasa komitmen terhadap syariat Allah swt., baik yang berupa larangan maupun perintah, tanpa melakukan penambahan atau WURUD LATAR BELAKANG HADITS Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw. berpidato di hadapan kami seraya berkata,”Wahai sekalian manusia, telah diwajibkan kepada kalian Ibadah haji, maka berhajilah.”Seorang laki-laki bertanya,”Ya Rasulullah, apakah dilakukan setiap tahun ?”Rasulullah diam. Hingga orang tadi mengulangnya sampai tiga kali. Maka Rasulullah pun menjawab,”Andai saya jawab ya, tentulah akan diwajibkan setiap tahun. Dan kalian tidak akan mampu.”Setelah itu Rasulullah bersabda,”Biarkanlah apa yang saya diamkan. Sesungguhnya kehancuran umat sebelummu adalah karena mereka banyak bertanya dan berselisih dengan nabi-nabi mereka. Jika saya perintahkan kepada kalian untuk mengerjakan sesuatu maka tunaikanlah semampu kalian. Dan jika aku melarang sesuatu maka tinggalkanlah.”Shahih Muslim. Al-Hajj Fardul Hajji Marratan Fil Umri. Hadits nomor 1337. Riwayat lain menyebutkan bahwa orang yang bertanya tersebut adalah Aqra ' bin Habis ra. Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa Aqra'bin Habis bertanya kepada Nabi saw.,”Ya Rasulullah haji dilakukan setiap tahun atau sekali ?”Rasulullah menjawab,”Sekali, dan barangsiapa yang mampu maka kerjakanlah dengan segala kerelaan.”Sunan Ibnu Majah, Ferdhad Haji. Hadits nomor 2886. Abu Dawud dan Al-Hakim juga menyebutkan riwayat senada Su nan Abu Dawud hadits nomor 1721, dan Al-Mustadrak, Al-Manasik. Ada yang menyebutkan bahwa pidato Rasulullah saw di atas dilakukan ketika haji wada '. Saat itu Nabi saw. berdiri di hadapan kaum muslimin dan berkhotbah menerangkan rambu-rambu agama dan berbagai kewajiban dalam HADITS KANDUNGAN HADITS 1. Apa yang aku larang, maka jauhilah. Larangan dalam Al-Qur'an maupun sunab mempunyai berbagai pengertian, namun demikian kesemuanya mengacu pada dua hal. yaitu haram dan makruh. Larangan yang sifatnya haram Adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah melalui Nabi Muhammad saw., dengan berbagai dalil yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut haram. Jika perbuatan ini dilanggar maka akan dihukum dengan hukuman yang setimpal, sesuai dengan ketentuan syara ', baik di dunia maupun di akhirat. Contoh larangan yang bersifat haram, yaitu larangan berzina. minum minuman keras, makan barang riba, mencuri, membunuh tanpa alasan yang dibenarkan menurut syari'ah, membuka aurat di depan orang yang bukan muhrim, berdusta, menipu, namimah, berbuat kerusakan dan berbagai perbuatan lainnya yang jelas-jelas dilarang oleh Allah swt dan Rasul-Nya. Semua perbuatan di atas harus ditinggalkan seketika. Seorang muslim tidak boleh melakukannya kecuali dalam keadaan dharurat terpaksa. Itupun dengan berbagai syarat dan aturan yang ditetapkan oleh syari' yang sifatnya makruh. Merupakan larangan terhadap satu perbuatan, namun dalil-dalil yang ada tidak menyatakan bahwa larangan tersebut sifatnya haram namun hanya bersifat makruh. Jika larangan tersebut dilanggar, maka tidak ada hukuman. Contoh larangan yang bersifat makruh Larangan makan bawang mentah, baik bawang putih maupun bawang merah, ataupun yang sejenisnya berbau, bagi orang yang akan ke masjid untuk melakukan shalat jamaah. Dan perbuatan-perbuatan lain yang dilarang, namun hanya bersifat makruh. Berbagai larangan tersebut boleh dilakukan, baik sedikit ataupun keseluruhan, meskipun sebaiknya Keterpaksaan menyebabkan dibolehkannya melanggar laranganKita mengetahui bahwa setiap yang diharamkan, maka wajib dijauhi. Namun, seseorang kadang mengalami kondisi yang memaksanya untuk melakukan sesuatu yang diharamkan. Andai ia tidak melakukan nya, tentu akan berakibat fatal bagi dirinya. Dalam kondisi seperti ini Syariat memberikan keringanan, dengan membolehkan orang yang terpaksa, untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya dalam kondisi normal dilarang Allah swt berfirman,”... Tapi barangsiapa dalam kaadan terpaksa memakannya sedang ia sebenarnya tidak sengaja dan takut untuk melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”Al-Baqarah 173 Ayat inilah yang dijadikan landasan oleh para ulama untuk merumuskan kaidah fiqih,”Adh-Dharuratu tubihul mahzhurat” yang artinya keterpaksaan menyebabkan dibolehkannya larangan larangan. Sebagai contoh, dibolehkannya makan bangkai bagi orang yang tidak memiliki makanan sama sekali, dibolehkannya membuka aurat dalam rangka berobat ke dokter, tidak diterapkannya hukuman potong tangan terhadap orang yang mencuri karena terpaksa dan lain sebagainya. Meskipun demikian perlu diingat bahwa banyak masyarakat yang memahami kaidah ini secara global, tanpa merinci pengertian dan batasan-batasan darurat keterpaksaan, dan tidak memahami sejauh mana dibolehkannya melakukan sesuatu yang haram dalam kondisi terpaksa. Karenanya masalah ini harus kita perhatikan betul-betul, hendaknya kita tidak terperosok ke dalam satu kesalahan. Para ulama, membatasi keterpaksaan pada kondisi yang dialami seseorang dan kondisi tersebut benar-benar mengancam nyawanya, mengancam hilangnya salah satu anggota tubuhnya menyebabkan sakitnya semakin parah, berbagai hal lainnya yang dapat menyebabkan seorang tidak mampu menjalankan kehidupan secara normal atau menyebabkan penderitaan yang tidak bisa ulama juga membatasi sejauh mana seseorang dibolehkan melakukan sesuatu yang dilarang dalam keadaan terpaksa Batasan itu tertuang dalam sebuah kaidah fiqih berikut ini,”darurat itu disesuaikan kadar kebutuhannya. Kaidah ini disimpulkan dari firman Allah.... tidak sengaja dan tidak melampau batas...”Al-Baqarah 173 Dengan demikian seseorang dibolehkan melakukan sesuatu yang dilarang dalam keadaan terpaksa sekadar memenuhi kebutuhan Karenanya barangsiapa yang terpaksa hingga harus makan bangkai maka ia tidak boleh memenuhi perutnya dengan bangkai, terlebih menyimpannya. Barangsiapa yang terpaksa mencuri untuk memberi makan keluarganya, maka ia tidak boleh mengambil lebih dari kebutuhannya sehari semalam. Barangsiapa yang terpaksa membuka aurat di depan dokter untuk kepentingan pengobatan maka tidak boleh membuka tempat lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan pengobatan. Bukan merupakan keterpaksaan bagi wanita berobat ke dokter laki-laki, padahal ada dokter wanita. Bukan suatu keterpaksaan, sebuah usaha yang bertujuan menumpuk kekayaan dunia, memenuhi kebutuhan mewah dan bahkan mencontoh kebiasaan masyarakat yang sok modern dan senantiasa memburu barang impor. Modal yang sedikit, bukanlah keterpaksaan untuk melakukan riba hutang bank hingga ia bisa mengembangkan usaha. Rumah yang sederhana dan kecil bukanlah satu keterpaksaan untuk melakukan apa saja demi mendapatkan rumah yang besar dan mewah. Bukan satu keterpaksaan bagi wanita yang memiliki suami, atau ada orang yang menanggungnya, untuk bekerja di luar rumah bahkan ikhtilat dengan para lelaki yang bukan muhrimnya. Bahkan seandainya ia harus mencari nafkah, dan ada peluang kerja yang belus ikhnilah, maka ia tidak boleh memilih tempat kerja yang berikhtilath. Semua ini dilandaskan pada kaidah, Dar’ul Mafasid Muqaddamu Ala Jalbil Mashalih meninggalkan pintu-pintu kerusakan harus lebih didahulukan daripada mendatangkan pintu-pintu kebaikan. Barangsiapa yang sedang melakukan urusan dengan orang lain, ataupun sebuah instansi, bukanlah satu keterpaksaan hingga ia main suap, agar urusannya mudah. Barangsiapa yang bergaul dengan masyarakat, atau berusaha untuk mendekati dan mendakwahi mereka, maka bukan merupakan keterpaksaan, kalau ia harus menemaninya di meja judi, di kedai-kedai minuman keras, di tempat tempat mesum dan memendamkan kemungkaran yang terjadi demi untuk mendapatkan kasih sayang suami, seorang istri tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang melanggar syari'at .3. Komitmen terhadap perintah Perintah dalam Al-Qur'an maupun sunah mempunyai pengertian beragam. Namun demikian, para ulama sepakat bahwa asal kata perintah adalah tholab permintaan. Perintah ini mencakup dua hal yang asasi. yaitu Wajib dan Sunah. Inilah yang dimaksudkan dalam sabda Nabi,”Dan apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian.”Artinya, sesuatu yang diperintahkan baik bersifat wajib maupun sunnah. a. Perintah yang bersifat wajib. Perintah wajib adalah perintah Allah swt. melalui Nabi Muhammad saw, kepada umat Islam untuk melakukan suatu perbuatan dan didasari berbagai dalil yang menyatakan bahwa perintah tersebut wajib. Maka perintah tersebut wajib dilaksanakan dan jika ditinggalkan tentu akan mendapat hukuman, dan jika dilakukan maka akan diberikan pahala. Contohnya Perintah untuk mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji, puasa, amar ma'ruf nahi munkar, menepati janji. menerapkan hukum Allah dan berbagai perbuatan lainnya yang jelas-jelas diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dalam bentuk yang mengikat. Semua perintah tersebut wajib dilaksanakan dan sedikit pun tidak boleh disepelekan. Kecuali jika hilang salah satu syarat diwajibkannya atau karena adanya halangan dalam pelaksa naannya b. Perintah yang bersifat sunah. Adalah perintah Allah swt melalui Nabi Muhammad saw. kepada kaum muslimin, untuk melakukan satu perbuatan dan didasari berbagai dalil yang menyatakan bahwa perintah tersebut sunah. Artinya, seorang muslim tidak wajib melakukan perbuatan tersebut. Jika ditinggalkan, maka tidak mendapatkan hukuman. Namun jika dikerjakan, maka akan mendapatkan pahala. Contohnya Perintah untuk melakukan shalat Rawatib sunah, perintah azan, perintah untuk memperbanyak infak untuk untuk kebaikan, perintah untuk mencatat hutang, perintah untuk makan dengan tangan kanan, dan berbagai perbuatan lainnya yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya namun dalam bentuk yang tidak mengikat. Sebagai seorang muslim tentu lebih baik mengerjakan perintah perintah ini, meskipun boleh ditinggalkan. Karena dengan melakukannya seseorang akan mendapatkan pahala. Meskipun demikian tidak ada dosa bagi orang yang meninggalkannya. 4. Kesukaran mendatangkan kemudahan Kita ketahui bahwa syariat Allah menghendaki terciptanya kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Karena itulah, terdapat herbagai kemudahan bagi seorang hamba Allah swt berfirman”Allah menghendaki kemudahan hagi kalian, dan tidak menghendaki kesusahan Al-Baqarah 185”Dia sekali-kali tidak menjadikan satu kesulitan itu kami dalam urusan Agama.”Al-Hajj 78 Rasulullah saw. bersabda.”Sesungguhnya agama ini adalah mudah. Maka mudahkanlah dan jangan mempersulit.”HR. Al-Bukhari. Karena itulah Allah membolehkan berbuka puasa bagi orang yang berpuasa dan melakukan perjalanan atau sakit, membolehkan untuk meng-qaslar shalat bagi orang yang bepergian, membolehkan tayammum bagi orang yang hendak berwudhu tapi tidak menemukan air atau karena kulitnya tidak boleh terkena air karena sakit, dan berbagai hal lainnya yang kemudian disebut oleh para ulama dengan istilah rukhshah dispensasi. Berdasarkan pada realita bahwa Allah memberikan kemudahan kepada hamba-hamba-Nya, dan dari hadits yang menjadi tema utama, maka para ulama menyimpulkan kaidah ﺍﻟﻣَﺸَﻘﱠﺔُ ﺗَﺠْﻟِﺐُ ﺍﻟﺗﱠﻴﺴِﻴﺮَ kesukaran itu menyebabkan adanya kemudahan. Kaidah ini mempunyai pengertian bahwa ketika seseorang berada dalam suatu kondisi yang sangat sulit dan berat baginya untuk melaksanakan suatu kewajiban, maka kesusahan tersebut merupakan penyebab untuk mendapatkan kemudahan dan keringanan, hingga kita bisa menunaikan dengan mudah. Contoh pelaksanaan kaidah ini adalah toleransi terhadap sebagian benda najis karena susah dihilangkan. Misalnya darah yang dimaafkan karena luka darah yang sangat sedikit contohnya darah nyamuk, tanah jalanan yang kadang bercampur dengan nasi dan lain sebagainya. Semua najis-najis di atas bisa ditoleransi . Karena jika tidak akan sangat merepotkan. Ini adalah bentuk dan keringanan di lain dari bentuk kemudahan ini adalah toleransi terhadap ketidakjelasan satu transaksi, misalnya WC umum. Meskipun tarif antara orang per orang jelas, namun jangka waktu orang yang masuk WC berbeda-beda, bahkan jumlah penggunaan air masing-masing orang juga berbeda. Namun demikian masalah ini tidak bisa dibatasi. misalnya masuk WC lebih dari dua jam biayanya dua kali lipat, karena akan sangat merepotkan. Maka untuk mengatasi masalah ini syara' memberi keringanan dan menganggap transaksi yang demikian sah adanya. Batasan-batasan kondisi sulit yang mendapatkan kemudahan Kondisi sulit kadang menimbulkan kesalahpahaman bagi sebahagian orang. Ada yang menyangka bahwa setiap kesulitan, meskipun dalam bentuk yang paling sederhana dapat menyebabkan kemudahan sehingga mereka sering menggunakannya sebagai alasan untuk meninggalkan kewajiban. Karena itulah para ulama kemudian menjelaskan berbagai batasan dan rambu-rambu terhadap kondisi sulit yang mendapatkan keringanan. Kesulitan yang selalu menyertai pelaksanaan kewajiban, karena merupakan karakter dari kewajiban tersebut. Kesulitan seperti ini, tidak akan mendapatkan keringanan sama sekali. Misalnya seorang yang berpuasa tidak boleh berbuka, karena rasa lapar. Seorang muslim yang mampu untuk menunaikan ibadah haji, tidak boleh menolak untuk melaksanakan, dengan alasan pelaksanaan ibadah haji sangat berat baginya, harus menempuh jarak yang jauh dan meninggalkan muslim tidak boleh meninggalkan amar manu nahi munkar dengan alasan karena kewajiban ini beresiko pada dirinya. Semua ini bukan merupakan alasan karena merupakan konsekuensi yang lazim. Kesulitan yang bukan merupakan karakter sebuah kewajiban. Kesulitan seperti ini dalam beberapa kondisi mendapatkan keringanan, karena bukan merupakan karakter kewajiban dan bahkan tidak terjadi ketika dalam keadaan normal. Para ulama membagi kesulitan ini ke dalam dua tingkatankesulitan yang ringan, misalnya Perjalanan singkat, sakit ringan, berkurangnya harta, dsb. Kesulitan-kesulitan seperti ini tidak mempunyai pengaruh terhadap kewajiban dan tidak mendapatkan keringanan. Karena maslahat yang didapat dengan menjalankan kewajiban lebih besar dari kesulitan yang ia rasakanKesulitan yang berat, yang bisa mengancam jiwa, harta atau kehormatannya. Misalnya ada orang yang hendak menunaikan ibadah haji, namun ia mengetahui bahwa keadaan perjalanan sedang tidak aman, seperti banyak perampokan atau di sekitar rumahnya sendiri banyak terjadi perampokan, lalu ia khawatir ke jwan seperti ini dapat mengancam diri, harta atau keluarganya Dalam kondisi seperti ini, ia boleh menunda Bagian kewajiban yang mudah tidak boleh ditinggalkan karena adanya bagian yang sulit الْمَيْسُوْرُ لاَ يَسْقُطُ بِالْمَعْسُوْرِ Suatu kaidah fiqih yang dirumuskan para ulama dengan mengacu pada hadits di atas. Imam Suyuthi, dalam kitab Asyah wa An-Nazlutir menyebutkan bahwa Ibnu Subky berkata,”Kaidah tersebut termasuk kaidah yang paling masyhur yang dipetik dari hadits Nabi,”Jika aku perintahkan kepada kalian, maka lakukanlah semampu dalam kondisi tertentu kadang-kadang seorang muslim tidak bisa menjalankan suatu kewajiban secara utuh. Maka ia diharuskan melakukan bagian yang ia mampu. Bagian-bagian yang sulit tidak boleh dijadikan alasan untuk meninggalkan semua bagian kewajiban. Contoh Ketika hendak shalat, ia tidak bisa berdiri, maka ia tetap harus melakukan shalat dengan kondisi yang bisa ia lakukan. Contoh lainnya, seseorang yang hendak berwudhu dan hanya mendapatkan yang sangat sedikit yang diperkirakan tidak mencukupi untuk membasuh bagian-bagian yang wajib, maka ia tidak boleh langsung melakukan tayamum. Ia harus terlebih dahulu berwudhu dengan air yang ada, siapa tahu mencukupi. Namun, jika memang tidak mencukupi barulah ia melakukan tayamum. Seorang muslim yang mendapatkan penutup aurat yang hanya cukup untuk menutupi sebagiannya saja maka ia harus menutupi yang sebagian itu. Seorang muslim yang sembuh dari sakitnya di siang hari bulan Ramadhan. hendaklah ia menahan hal-hal yang membatalkan puasa, begitu juga wanita yang selesai dari haidnya, serta contoh-contoh lain. Kaedah ini juga didasari sebuah hadits berikut. Amran hin Husain berkata,”Saya mempunyai sakit lalu saya bertanya kepada Nabi aw. perihal pelaksanaan shalat. Nabi bersabda,”Shalatlah dengan dengan berdiri, kalau tidak sanggub maka dengan duduk, kendak bisa maka dengan berbaring”HR. Al-Bukhari Semua yang ada dalam syariat Allah, baik haram, makruh, wajib maupun sunah, semuanya masih berada dalam kemampuan manusia, karena Allah swt. tidak membebani hamba-Nya diluar kemampuan. Allah berfirman”Allah tidak akan membebani hamba-Nya kecuali sesuai dengan kadar kesanggupannya”Al-Baqarah 286. Karenanya, pelaksanaan kewajiban dalam bentuknya yang sempurna, hanya bisa dicapai dengan menjauhi segala larangan dan melaksanakan semua perintah sesuai dengan penjelasan di atas. Allah berfirman,”Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah”Al-Hasyr 7.Maka barangsiapa yang meninggalkan sebagian perintah, dan melanggar sebagian larangan, maka orang tersebut belum melaksanakan kewajiban secara sempurna. Karena seorang muslim dituntut untuk mencontoh Nabi Muhammad saw., dalam masalah apapun, kecuali perkara-perkara yang dikhususkan untuk Rasulullah saw. Allah swt berfirman,”Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan banyak menyebut Allah.”Al-Ahzab 21 Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Rasulullah tidak pernah me ninggalkan kewajiban. Maka sudah sepatutnya jika kita mencontoh beliau, dengan menjauhi semua larangan dan melaksanakan semua Menjauhi larangan dan mengikis sumber kerusakan Dalam syariat terdapat berbagai penghalang agar manusia tidak terjerumus pada kejahatan atau hanya terkena bibit-bibit kerusakan. Karenanya, kita dapati perhatian terhadap larangan lebih besar dibandingkan dengan perhatian terhadap perintah. Namun demi kian, bukan berarti meremehkan perintah, tetapi sikap tegas terhadap setiap larangan, terutama yang bersifat haram. Karena Taringan yang ada, tidak lain karena adanya bahaya dan kerusakan pada perkara perkara yang dilarang tersebut. Karenanya, larangan tidak boleh dilangan, kecuali dalam kondisi terpaksa Dewasa ini kita temukan banyak kesalahan yang terjadi di tengah masyarakat. Mereka begitu kuat dalam menjalankan perintah bahkan dalam masalah-masalah yang sunah sekalipun. Namun mereka sering menyepelekan larangan, bahkan melanggarnya. Contohnya betapa banyak dalam masyarakat kita orang yang senantiasa puasa, shalat, bahkan malaltiap malam, namun ia tetap menjalankan transaksi bisnisnya secara riba. Contoh lainnya wanita yang mengeluarkan zakat hartanya secara sempurna, namun ia tetap tidak mengenakan jilbabnya. Semua ini tentunya tidak sesuai dengan syariat, tidak sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah, para sahabatnya dan orang-orang yang bersama mereka dalam satu gerbong ketakwaan. Karena dasar dari ibadah adalah menjauhi semua larangan Allah. Hal ini merupakan jalan kesuksesan untuk memerangi nafsu. Rasulullah saw. bersabda,”Hindarilah herbagai larangan, niscaya mungkin akan menjadi manusia yang paling baik ibadahnya.”at- Tirmidzi. Aisyah ra berkata,”Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang lebih utama dari orang yang ahli ibadah, hendaklah ia menjauhi dosa.”Ketika ditanya tentang orang-orang yang tergiur oleh kemaksiatan akan tetapi tidak melakukannya, Umar ra, berkata,”Mereka adalah orang-orang yang hatinya mendapat ujian dari Allah. Mereka akan mendapat ampunan dan pahala kebaikan yang besar.”Ibnu Umar ra berkata,”Beberapa dirham yang dijauhkan dari yang haram, jauh lebih baik dari bershadaqah seratus ribu dirham.”Hasan Basri berkata,”Tidak ada ibadah yang lebih baik dari meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah swt.”Umar bin Abdul Aziz berkata,”Takwa bukan sekadar qiamullail dan puasa di siang hari. Akan tetapi melakukan apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Jika ditambah dengan amal perbuatan baik yang lain, maka itu lebih baik lagi.”Semua ini mengisyaratkan kepada kita bahwa meninggalkan maksiat lebih utama dari menjalankan perintah. Namun sekali lagi, bahwa hal ini tidak berarti bahwa seorang muslim bisa meremehkan kewajiban. Sebagaimana yang sering diutarakan oleh orang-orang yang hatinya sakit. Mereka tidak menjalankan kewajiban sedikit pun, namun mereka mengklaim bahwa lebih bertakwa daripada orang-orang yang shalat, puasa dan melakukan berbagai ibadah lainnya. Karena mereka tidak melakukan perbuatan yang dilarang. 7. Mencegah kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat درأ المفاسد مقدم على جلب المصالحIni adalah satu kaidah fiqih yang dirumuskan para ahli fiqih dari ketegasan wan'at dalam masalah larangan. Maksudnya, manakala suatu perkara memiliki sisi manfaat dan sist mafsadah kerusakan. Jika diperhatikan sisi manfaat maka akan timbul mafsadah, dan jika diperhatikan sisi mafadah maka akan bilang manfaatnya. Dalam kondisi seperti ini yang harus lebih diperhatikan adalah sisi maslahad. Karena kerusakan mudah sekali menjalar, seperti api yang melahap kayu bakar Contoh Tidak diperbolehkan menjual anggur kepada orang yang akan membuatnya menjadi khamer, meskipun ia berani membayar dengan harga lebih tinggi. Tidak diperbolehkan membuat atau menjual khamer, meskipun mendatangkan keuntungan yang besar. Wanita tidak boleh bekerja di tempat yang bercampur dengan laki laki yang bukan muhrim. Begitu juga dengan kaum laki-laki. Karena sisi negatitnya lebih dominan. Kaidah ini juga didukung hadits Nabi yang melarang wanita melakukan perjalanan seorang diri, tanpa disertai suami atau salah satu mahramnya. Abu Hurairah ra, meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,”Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, melakukan perjalanan dengan jarak yang ditempuh selama satu hari, kecuali dengan mahramnya.”Al- Bukhari dan Muslim Perlu diketahui bahwa yang menjadi tolok ukur maslahat dan mafsadah yang terdapat pada perkara tersebut adalah kebiasaan yang sudah lazim. Karenanya, jika sebuah perbuatan, biasanya mendatangkan mufradah, maka perbuatan tersebut tidak boleh dikerjakan. Mafsadah di sini bukanlah mafsadah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan maslahatnya. Misalnya, ada satu perbuatan yang mengandung mafsadah. Namun, perbuatan itu juga jelas-jelas membawa manfaat yang lebih besar dari masalah yang ditimbulkan. Maka perbuatan tersebut boleh dilakukan, mengingat besarnya maslahat yang akan ditimbulkan. Contoh, memotong bagian tubuh yang terluka untuk menyelamatkan nyawa orang tersebut. Karena jika dibiarkan maka keselamatan nyawa orang tersebut akan terancam. Berbohong dalam rangka menyelesaikan permusuhan dua orang yang bertikai. Karena ketika pertikaian tersebur dibiarkan, maka akan menyebabkan permusuhan yang berkepanjangan atau bahkan kesan yang semakin meluas. Penyebab kehancuran umat terdahulu adalah akibat dua perkara. Dua hal tersebut adalah banyaknya pertanyaan yang tidak berguna dan tidak komitmen dengan syariat Allah Rasulullah telah melarang para Sahabat taat tidak banyak bertanya, karena dikhawatirkan dengan jawaban yang diberikan justru memberatkan mereka, agar tidak disibukkan oleh hal-hal Tidak ada gunanya, dan sebagai langkah prefentif dari sikap saling bantah yang tidak ada ujungnya. Bukhari meriwayatkan dari Mughairah bin Syu'bah, bahwa Rasulullah saw melarang qila wa Qal ucapan yang belum jelas sumbernya, banyak bertanya dan menghamburkan harta Karenanya, kita temui para Sahabat, Muhajirin dan Anshar, tidak menanyakan sesuatu pun, meski mereka ingin mengetahuinya. Sebagai aplikasi dari larangan tersebut. Merekalah generasi terbaik yang menjadikan segala kehendaknya mengikuti apa yang datang dari Rasulullah saw. Atau bisa juga karena mereka memang tidak perlu bertanya, karena mereka hidup bersama Rasulullah saw, yang segera menyampaikan kepada mereka setiap wahyu yang turun. Kenyataannya, wahyu dari langit tidak terputus hingga akhir kematian Nabi terjadi satu peristiwa, Rasulullah saw. segera menjelaskan kepada mereka, berbaga perkara yang mereka butuhkan berkaitan dengan masalah agama, meskipun tanpa didahului pertanyaan, sehingga tidak menyebabkan keraguan. atau agar mereka tidak terjerumus dalam kesesatan..